Kamis, 28 Mei 2015

Together : Pio dan Deo

Saat saya melahirkan Deo, banyak "peringatan" yang diberikan oleh sahabat, rekan, maupun saudara saya. Dua anak cowok, besar sedikit pasti ramai rumah; yang kalau diterjemahkan bebas kurang lebih maknanya adalah  bakalan seru berantemnya.

Lalu? Dalam dua tahun mereka bersama apakah yang terjadi sudara-saudara?

Sometimes bertengkar iya, tapi durasinya tidak lama dan kualitas pertengkarannya juga masih normal (ini emaknya gimana ya kok bertengkar malah diukur kualitasnya? hihihihi). Maksud saya jika Pio dan Deo bertengkar tidak se-seru pertengkaran anak-anak kecil cowok  di sekitar rumah saya, yang intonasi-sensasi  teriakannya sampai dua oktaf lebih, serta sering-sering diakhiri dengan menangisnya salah satu atau kedua pihak karena adu fisik.
Entah karena " belum terjadi" berhubung umur Pio yang masih belum genap 7 tahun dan adiknya yang baru 2 tahun, atau (harapan saya) mungkin  mereka memang bisa klop satu sama lain.

Flash back sebentar...
Ketika saya mengetahui bahwa saya hamil anak kedua, Pio langsung kami beri tahu bahwa ia akan mempunyai adik. Untung saja tidak sulit memberi pengertian kepada Pio, dia menerima tanpa menunjukkan reaksi cemburu atau penolakan. Satu hal yang saya kenang selalu..saya cukup ruwet menjawab pertanyaannya : Mana adik, kok nggak terasa sih ? (sambil menekan-nekan perut saya mencari -- belum teraba karena masih hamil muda), Adik masuk lewat mana sih kok bisa ada di dalam perutnya mama ..? (dueng... pertanyaan ini yang membuat mamanya pusing mencari kalimat jawaban yang pas utuk anak seusianya). Sepanjang kehamilan saya, Pio menampakkan respon positif  keberadaan adiknya. Pio seperti memiliki kesenangan baru seperti meletakkan tangan di perut menunggu adiknya bergerak, menempelkan pipi dan telinga untuk mendengarkan suara adik, serta mencium atau sekedar mengelus perut saya sebelum tidur malam.

Saat Deo lahir, Pio ikut menyaksikan ketika adik barunya pertama kali menyusu ke saya. Hobi banget berbaring di sebelah bayi Deo sampai ketiduran sehingga harus saya angkat untuk dipindah ke tempat tidur lain (takut tidurnya berguling-guling sehingga menimpa adiknya). Merengek ingin ikut jika adik waktunya kontrol / imunisasi, dan di rumah sakit Pio sampai menangis  jerit-jerit panik karena adiknya disembunyikan salah seorang teman Poli, dan karena kejadian itu Pio menjadi over protective terhadap Deo. Pio akan langsung marah sampai berderai-derai air mata jika ada yang menyentuh Deo, apalagi menggodanya : adiknya di-pek ya.  Kemanapun saya pergi Pio selalu mengikuti, dan begitu ada orang yang ingin melihat atau menggendong Deo, Pio akan duluan bereaksi menghalang-halangi sambil marah, merentangkan tangan menghadang sampai saya berhasil meyakinkan kalau adiknya tidak akan diambil orang.

Tanpa bermaksud membandingkan antara Pio dan Deo, saya melihat kalau kedua anak itu memiliki karakter yang benar-benar berbeda (dibandingkan dengan usia yang sama). Pio cenderung lebih "diam" dan pemikir sedangkan Deo sangat ekspresif sampai nekat, sehingga mungkin hal inilah yang menyebabkan mereka bisa klop satu sama lain walau dua-duanya sama-sama keras kepala.
Pio suka ribut menanyakan adiknya (saat TK B, Pio sering protes kalau adiknya tidak diajak menjemput dirinya pulang sekolah), demikian juga Deo selalu memanggil-manggil kakaknya kalau tidak tampak dalam lapang pandangnya. Suatu malam Deo pernah terbangun dan mencari Pio di sebelah-sebelahnya.... nggak ketemu karena Pio menutup rapat dirinya dengan selimut. Ditidurkan kembali tidak mau, malah mewek sambil memanggil io..io..io... baru mau tidur lagi setelah ditunjukkan Pio tidur tidak jauh dari dirinya.

Berebut mainan? Pasti iya lah.. berganti-ganti baik Pio maupun Deo dua-duanya pernah bertindak sebagai pihak yang merebut maupun direbut. Yang satu marah, lainnya ikutan marah juga.. Deo memukul, untung kakaknya  tidak pernah membalas (paling, jika kesakitan kalau dipukul atau digigit adiknya  Pio akan menjerit dan berlinang air mata, tidak sampai melayangkan tangan atau kaki ke arah Deo).
Tidak jarang juga saya tiba-tiba sadar bahwa saya kehilangan kelebatan sosok mereka yang biasanya seliweran ke sana ke mari.. ternyata mereka  sedang asyik main berdua (buat kereta-keretaan dari bantal, mendirikan kemah dari sarung atau selimut, cilukba (kalau main ini nggak sepi ya, suara mereka mungkin terdengar sampai tetangga), mendengarkan musik yang biasanya lagu ditentukan oleh Deo (yang bikin saya happy, selera musik mereka sama dengan saya : tidak suka dangdut ...hihihi peace Papa...harus mengalah dengan suara terbanyak).. atau belajar bersama. Maksudnya Pio belajar, Deo mencoret-coret disebelahnya sambil membuat kisruh lantaran arah dan sasaran coretan yang tidak jelas. Pio sering harus melarikan buku-buku sekolahnya menjauhi jangkauan tangan adiknya.

 Jika sedang bertengkar dan ngambeg, cukup mudah mengakurkan mereka kembali. Minta saja salah satu dari mereka (biasanya yang saya suruh adalah pihak yang "nggak bener") minta maaf sambil mencium saudaranya. Setelah satu kecupan, biasanya mereka sudah ngruntel berdua lagi.
O,ya Pio tidak suka dicium Deo.. lebih tepatnya dengan gaya menciumnya .. Begini nih gaya cium nya Deo : monyongkan bibir, cari pipi, dahi, atau hidung, lalu cup-cup-cup basahlah wajah kita dengan air liur..(istilahnya Pio : cium basah). Sehingga kalau adiknya sudah lari mendekat dengan bibir mengerucut maju mau cium, Pio selalu ambil langkah seribu sambil menutupi wajahnya.....

Itulah dua malaikat saya, selalu membuat hidup ini terasa semakin semarak. Semoga kerukunan mereka berdua tidak habis di masa kecil saja, tapi terus berlanjut sampai mereka besar, dewasa, bahkan hingga mereka berdua memiliki kehidupan pribadi sendiri-sendiri (Amin)....


Semasa Deo bayi, Pio selalu mbulet di sekitarnya






  Bermain bersama

Duet
Naik sepeda motor


Kuda-kuda an
Main air






















Bobok Berdua










dan mandi / berendam dalam satu ember







Senin, 25 Mei 2015

Kirab Budaya

Dalam satu bulan ini (mulai bulan April) Pio sering bilang bahwa dirinya mau pentas bina vokal. Info pertama pementasan pada pertengahan April 2015, tetapi tidak jadi.  Saya pikir sudah tidak ada kelanjutannya sampai pada suatu hari Pio pulang sambil membawa surat dari sekolah.  Saat membaca kepala surat yang dibawa Pio, saya sudah merasa janggal. Di sana tertulis surat ditujukan kepada Bapak Yudi, orang tua dari Pio 1.B.. Tidak biasa-biasanya surat undangan / pemberitahuan sekolah sampai mencantumkan nama orang tua. Setelah dibuka ternyata berisi undangan rapat untuk papanya Pio sebagai panitia Kirab Budaya sekolah..hihihihihi... selamat dah Papa....

Karnaval, pentas seni, dan bazar diadakan oleh sekolah dalam  rangka memperingati hari Kartini dan Hardiknas. Persiapannya cukup mepet, hanya sekitar 2 minggu kalau dihitung mulai efektif pertemuan panitia. Untuk karnaval murid kelas 1 tema kostumnya adalah pakaian adat. Buat Pio, supaya nyaman dipakai saat karnaval (pasti panas ya karena di Malang jam 8-9 pagi saja matahari sudah cukup terik) kami memilih  adat Madura. Pertimbangannya, pakaian adat Madura hanya memakai kaos  lurik, hem tipis hitam dan celana hitam. Tidak memerlukan selop, sehingga Pio bisa memakai sepatu sandalnya untuk karnaval  nanti.    Pio juga dibelikan gelang kaki krincing sama papanya. Awalnya  nggak mau pakai, tapi setelah dia bertanya kepada guru kelas dan tidak masalah, malah nggak mau ngelepas.
Satu hari sebelum hari H, giliran si Papa yang sudah sibuk di sekolah mempersiapkan panggung, dekorasi, serta pernak-pernik lain...lembur sampai jam 11 malam.

Hari H kirab budaya jatuh pada tgl 9 Mei 2015 , dan mau-tidak mau saya musti ambil libur karena Papa pasti sibuk sebagai panitia.. kasihan Deo tidak ada yang megang... Belum lagi  Pio dan Papa harus kumpul di sekolah pagi-pagi.
Acara di mulai dengan sambutan-sambutan, mengatur barisan anak-anak sesuai kelas (masing-masing kelas ada tema sendiri-sendiri), dan barisan karnaval maju jalan. Berhubung pesertanya banyak anak-anak kecil, rute yang ditempuh tidak jauh. Hanya dari sekolah (Jl. Panderman), keluar ke arah Jl. Kawi , belok  Jl. Ijen, lewat Jl. Wilis, masuk Pulosari, kembali ke Jl Kawi dan finish di sekolah.

Mau berangkat karnaval..malu-malu difoto
Awal barisan : Marching Band dan Paskibra



Pio berbaris
Papa ikut karnaval



Usai karnaval : Panas .....

Selesai karnaval, acara selanjutnya adalah pentas Seni bersama bazar. Untunglah Pio tampil di urutan awal, jadi setelah itu dia bisa bebas jalan-jalan di bazar, bermain,  makan dan minum.

Pio saat pentas (baris depan no 4 dari kiri)
Menunggu giliran tampil






Sempat-sempatnya panitia satu ini main sama anak ...

Kamis, 21 Mei 2015

Bepergian dengan Balita

Saya dan suami sama-sama penyuka travelling. Sebelum kami mempunyai anak, setiap hari libur bisa dipastikan kami pasti ada di atas roda. Dengan menggunakan sepeda motor, sudah banyak tujuan wisata yang pernah kami singgahi, bahkan pergi ke Tretes sore hari hanya untuk makan sate kelinci pernah kami lakukan (komentar mama saya : kurang kerjaan banget cari sate kelinci ke Tretes padahal di Batu banyak...hehehe yang penting sebenarnya bukan sate kelincinya tapi jalan-jalannya). Perjalanan pulang kampung ke Jember pun sudah lunas kami tempuh dengan sepeda motor. Kalau pulang kampung  ke Jawa Tengah nggak deh naik sepeda motor.
Note : kalau sekarang biarpun misal belum ada Pio dan Deo, kami tidak berani lagi bepergian ke luar kota dengan sepeda motor. Ngeri melihat padatnya jalan dan banyaknya pengguna motor yang sliyat-sliyut zig-zag potong kanan-kiri.

Semenjak Pio lahir, keadaan jadi berubah (memang benar kata orang, begitu memiliki anak kondisi tidak akan pernah sama lagi). Kami otomatis harus berpikir 1000x kalau mau bepergian, apalagi hanya untuk kepentingan jalan-jalan, naik sepeda motor pula. Untuk pergi bekerja atau membeli keperluan sehari-hari pun, kami berdua gantian keluar. Intinya untuk travelling sementara puasa dulu.

Mobil pertama kami parkir di garasi rumah saat Pio berusia 1 tahun, dan dengan adanya fasilitas ini (walau bukan mobil baru) mulai terbuka kemungkinan untuk bepergian dengan jarak tempuh yang lebih jauh. Awalnya sih senang-senang saja membawa si kecil keliling-keliling, tetapi lama-lama mulai timbul masalah terutama kalau bos kecil sudah mulai rewel karena ngantuk. Membiarkan Pio tidur dalam posisi duduk kasihan, digendong terus tangan ini nggak kuat kemengnya sehingga Pio jadi sering ketekuk-tekuk karena ganti posisi tangan, ditidurkan di kursi juga tidak nyaman berkaitan bentuk kursi penumpang yang tidak datar dan tidak senyaman tempat tidur untuk berbaring.

Pikir-pikir cari ide bagaimana caranya ya supaya si kecil tetap nyaman selama perjalanan darat..

Ide pertama : Berusaha meratakan kemiringan kursi mobil dengan menggunakan selimut. Lumayan-lah setidaknya posisi tidur Pio bisa lebih enak. Jalan beberapa kali, ketahuan nih bahwa cara ini masih kurang aman untuk bepergian jarak jauh. Saya pernah sekali harus menangkap Pio yang hampir terguling dari kursi saat kendaraan harus mengerem mendadak saat perjalanan ke Surabaya.
Ide kedua :  Menutup space antara kursi depan dan kursi belakang dengan menimbunkan galon aqua, dialasi bantal-guling, dan terakhir dilapis dengan bed cover supaya empuk. Prinsipnya menghilangkan lubang yang ada, menyisakan sedikit ruang untuk saya bisa duduk.
Ide ketiga : Lama-lama nggak enak juga space yang tertinggal untuk saya duduk itu. Jika butuh-butuh pindah ke kursi depan, kuatir si kecil bangun dan jatuh nanti. Ganjal lagi dengan guling atau bantal saat ditinggal ke depan.
Akhirnya : Seluruh space di kursi penumpang ditutup sampai menutupi juga dudukan kursinya. Untuk jenis mobil sedan, cara inilah yang paling nyaman buat Pio karena tempat bobok nya jadi luas, lurus dan datar. Negatif nya kursi penumpang hanya tersisa 2 buat suami yang menyetir dan saya di kursi sebelahnya. Kalau ada yang nunut, ditolak atau harus bongkar singgasana Pio dulu balik ke ide kedua sehingga bisa disisipi satu penumpang tambahan.

Sekarang, berhubung jenis mobil yang kami pakai adalah MPV, jadinya jauuh lebih nyaman lagi. Bukan cuma buat si kecil tapi nyaman juga buat mamanya.
Mobil jenis ini biasanya terdiri dari 3 baris bangku..naa bangku baris ke dua dilepas sehingga menyisakan bangku baris depan dan belakang saja. Bangku belakang sengaja tidak dilepas karena digunakan sebagai pembatas bagasi. Jika bepergian luar kota dan menginap, koper-koper dapat aman diletakkan di belakang tanpa risiko menjatuhi Pio atau Deo.
Setelah bangku tengah dilepas, lantai mobil diratakan dengan mengisi jeglong-jeglongnya lantai dengan bantal, setelah itu taruh dah kasur spons. Kebetulan saya memiliki kasur spons berbungkus perlak yang ukurannya passs banget. Muat untuk saya, Pio dan Deo tidur bertiga. Ini nih yang biasanya mbikin suami saya nggondok. Dia pegang kemudi, sementara kami bertiga enak-enak bergelung, ngorok di belakang (hihihi). Dengan cara modifikasi mobil ini, saya tidak khawatir anak-anak kecapekan jika kami ajak bepergian jauh. Mereka bisa tidur nyaman seperti  tidur di kamar (bedanya kalau tidur di mobil bergoyang-goyang). Bahkan menyusui di Deo juga gampang saja, bisa dilakukan sambil berbaring..cocok dengan Deo yang semakin besar dan berat, juga tingkahnya yang ga bisa diam termasuk saat menyusu ke saya.

Keenakan dengan adanya kamar pindah di mobil kami, susunan ini tetap adanya  walau tidak bepergian ke luar kota. Paling-paling dibongkar saat mobil dibersihkan, ganti sprei sarung bantal-guling, tetapi setelahnya dipasang lagi. Oma, dan keluarga adik saya (Dedi) sudah biasa ikutan naik dan ndekem di atas kasur ini. Space nya masih sangat memungkinkan untuk diisi banyak extra orang daripada model sedan.  Bangku tengah ? Nasibnya sekarang dibungkus plastik dan disimpan di gudang. Baru diturunkan dan dipasang jika ada rombongan besar ikut mobil kami  untuk perjalanan singkat dalam kota....



Nyenyak dalam perjalanan ke Balekambang
Bagian tengah full  kasur




Berpelukan berdua
Cukup untuk tidur bertiga : Saya, Pio dan Deo








Kamis, 14 Mei 2015

Singapura part 2

Berlanjut tentang kisah perjalanan saya ke Singapura, inilah perjalanan hari ke tiga dan empat.

2 Mei 2015

Hari ketiga di Singapura diawali dengan hujan  yang cukup deras saat saya bangun tidur pagi. Sempat khawatir juga kalau tidak segera cerah alamat harus mengatur ulang jadwal karena tujuan utama hari ini rata-rata out door seperti Marina dan Garden by The Bay. Untunglah setelah sarapan selesai, hujan juga ikutan reda walau langit masih mendung. Tidak masalah, yang penting tidak berbasah-basah.
Turun dari MRT, berjalan kaki ke Singapore River dan sampailah ke tempat ikon negara Singapura berada. Kami memang tidak menghampiri si Singa untuk berfoto bersama, cukup dengan memandang dari seberang sungai.

Sempat-sempatnya foto saat menyeberang jalan

Di antara gedung pencakar langit
Ikon singa dipandang dari seberang sungai

Ada banyak spot yang bisa menjadi latar belakang bagus untuk foto-foto kami. Yang jelas narsis habis mulai dari jalan raya menuju Marina, saat menyeberang jalan, tepian sungai, di tengah-tengah jajaran palem, lanjut terus naik ke atas bangunan  (apa ya namanya saya tidak ingat) mencari jalan tembus ke Garden by The Bay (GTB).

Foto model beraksi

I lope-lope U

Rentangkan tangan ....

Hai...


Di antara jajaran palem
 Cukup banyak waktu yang kami habiskan untuk membuat dokumentasi di area Marina ini, termasuk di atas gedung di mana kami membuat foto KTP (alias foto sendiri-sendiri).

Lega... lepas...

Muuaach  to dr. Lilik

Sebelum panggilan alam datang

Setelah berburu papan petunjuk arah ke GTB, jalan lagi sampai menemukan jalan tembusnya, eeeee panggilan alam memanggil. Tidak kuat melawan, kami memutuskan turun ke Plaza Marina mencari toilet. Tanggung sudah berada di dalam area Plaza, ya diexplore sekalian. Plaza yang unik dengan adanya kanal di tengah ruangan. Di sepanjang kanal banyak berceceran uang logam / coin yang tampaknya sengaja di lempar. Mungkin seperti di Italia, ada yang percaya dengan membuang coin di kanal ini, akan berkesempatan untuk kembali lagi. Ada perahunya juga lho, jika ingin merasakan mengitari Plaza dengan naik perahu dayung.

Di atas jembatan kanal
Tuh.. beneran ada perahunya kan ?

Lanjut perjalanan. Sampai di pintu masuk GTB, semua pada minta istirahat sejenak melemaskan otot kaki yang sudah berteriak-teriak. Sebenarnya ada kendaraan yang bisa dipakai untuk mengelilingi taman ini. Hanya saja pertimbangannya jika naik mobil taman, kami menjadi tidak leluasa untuk berfoto ria jika menemukan spot yang bagus. So..ayo jalan kaki saja...

Depan pintu masuk Garden by The Bay

Capeeek....
  Taman GTB ini ditata cukup apik, segar rasanya hati berada di tengah kehijauan, ditunjang cuaca yang agak mendung jadi tidak terlalu panas.
 

 Dari taman ini pula kita bisa berfoto dengan latar belakang hotel Marina yang terkenal dengan arsitekturnya  maupun Singapore Flyer.
 
Kami sempat naik ke pohon artifisial yang menjulang tinggi, dan sekali lagi menikmati pemandangan dari ketinggian plus sepoi angin karena berupa ruang terbuka.

Sebelum naik..

Di atas Supertree grove


Serunya bersama


Makan siang ..Nasi lemak rendang ayam

Istirahat dulu ..

Mau lanjut ke rumah kaca kok sudah pada teler semua sehingga kami balik ke kawasan Orchad - Somerset. Belakangan menyesal juga karena baru tahu justru di rumah kaca itulah tanaman dan bunga-bunga langka disimpan (gapapa ... I hope ada next time for me).

Tiba di kawasan Orchad, kami melanjutkan penjelajahan mall yang berjajar panjang di sini. Keluar- masuk toko, tengok sana tengok sini, mengagumi benda-benda yang tampak bagus dan terasa lembut di tangan (hanya mengagumi, tidak membeli karena harganya yang masih di luar range jangkauan). Masih sempat sih menambah oleh-oleh untuk keluarga, tentu dengan harga yang  masuk akal dalam versi matematis saya.

Paham bahwa anak-anaknya sudah mrotoli kakinya, dr. Lilik mengajak kami istirahat di sebuah food court  minum juice dan makan ToriQ. Sebenarnya ini adalah kali kedua mencicip ToriQ karena di hari pertama kami tiba di Singapura sudah sempat mencoba, dan rasanya memang yummy.

Menunggu ToriQ (hari I)


ToriQ hari 3
Istirahat kaki di food court..



 Di sekitar  food court ini ada outlet yang menjual abon Bee Cheng Hiang yang konon kabarnya enaaak sekali. Karena penasaran, saya memutuskan untuk membeli satu.





Kami juga sempat mencoba ice cream magnolia yang terkenal di kawasan orchad, murah meriah karena dibanderol seharga $ 1.

dr. Lilik mengantri ice cream buat anak-anaknya ..
Magnolia ice cream coklat



















Yang saya suka dari kawasan orchad ini adalah suara burung yang ramai sekali saat hari sudah gelap, rasanya menyenangkan. Tidak menyangka di kawasan semodern ini bisa mendengar ramainya kicauan burung. Saat pertama mendengarnya, saya sempat mengira bahwa suara burung ini adalah suara artifisial yang sengaja diperdengarkan untuk menciptakan suasana berbeda..ternyata asli..wow....

Malam terakhir kami di Singapura ditutup dengan makan malam di restoran steak kawasan Somerset. Berhubung perut masih terasa berisi setelah selingan ToriQ, Juice, dan Magnolia ice cream,  saya memesan steak salmon dengan pertimbangan sepertinya ukurannya tidak terlalu besar di gambar. Ta...ta..ta... ternyata setelah datang ukurannya masih terbilang jumbo walau lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran pesanan steak ayam dan iga. Alhasil siklus malam tetap terulang : pulang ke hotel dengan perut kekenyangan.



Tersisa satu pekerjaan lagi sebelum tidur : Packing. Semua barang bawaan sudah harus selesai diringkas malam ini karena menurut rencana besok pagi kami akan check out dari hotel pk. 05.30 waktu Singapura menuju Changi Airport pulang ke Indonesia menumpang Singapore Airline yang dijadwalkan terbang pk. 07.50. Pasang alarm, juga titip pesan ke petugas hotel untuk membangunkan kami besok pagi pk. 04.00, kami pun terbang ke alam mimpi.

Note : menurut program yang diinstal di android salah satu teman, rata-rata  kami berjalan 25.000 langkah setiap harinya selama di Singapura.

3 Mei 2015

Saat-saat terkhir di Singapura.
Kami terbangun pk. 03.00 pagi untuk buang air kecil. Karena tidak bisa tidur lagi, pk. 03.30 saya memutuskan untuk bangun saja daripada glibag-glibeg di tempat tidur, mandi, dan menge-puh asi untuk terakhir kali sebelum berangkat ke airport. Pukul 5 pagi segala urusan checkout sudah kelar, dan kami  berkumpul di depan hotel mencegat taxi. Mau naik MRT kok rebyek banget membawa koper yang sekarang menggelembung naik turun ekskalator. Coba tebak, karena mencegat acak, 2 taxi yang berhenti adalah armada taxi Lymo yang menggunakan mobil Mercy. Wuaauuww....naik mobil Mercy baru justru berupa taxi, full music pula........(ckckck..geleng kepala).

Urusan bagasi kelar, imigrasi oke, masih banyak waktu sambil menunggu waktu boarding. Daripada duduk melamun,  dr. Lilik memutuskan untuk melanjutkan tour terakhir mengelilingi Changi. Karena kami check in di terminal 2, maka spot-spot foto di sini lah yang pertama menjadi sasaran. Pindah ke terminal 3 dengan menggunakan skytrain (hebat ya, di dalam bandara ada kereta), mencari objek-objek foto yang menarik, kemudian kembali ke terminal 2 menuju gate keberangkatan. Syukurlah tour leader dan teman serombongan saya sudah sangat familier dengan Changi, sehingga tidak ada insiden tersesat atau kebingungan mencari gate yang ditentukan. Coba kalau saya, entah berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk tiba di ruang yang saya tuju, walau sebenarnya petunjuk arah di Changi lebih jelas jika dibandingkan Juanda atau Soekarno Hata. Namun untuk ukuran bandara sebesar itu bagi saya yang baru pertama tetap membingungkan.

Ada kolam dengan ikan asli di bandara

Rangkaian bunga besar





Tepat waktu, pukul 07.50  pesawat bergerak meninggalkan Changi Airport. Bye ... bye.. Singapura... Semoga suatu saat nanti saya berkesempatan untuk berkunjung lagi bersama keluarga kecil saya (amin).

Walau berangkat gelap dan tidak sempat sarapan di hotel, tidak perlu khawatir perut keroncongan karena ada makanan di pesawat. Kali ini saya memilih menu kentang panggang + telur dadar, roti, buah potong, dan orange juice. Tidak ada minuman panas yang disajikan karena cuaca buruk sepanjang jalur di atas pulau Sumatra sehingga pesawat terus menerus terguncang. Perut kenyang, udara kabin dingin, sambil menyabet sebagian selimut direktur saya sempat tertidur. Lepas pulau Sumatra, cuaca cerah dan pesawat terbang dengan tenang sampai landing di terminal 2 Juanda.. Wellcome home....

Di Juanda saya berpisah dengan teman-teman 1 rombongan karena dijemput oleh suami dan 2 jagoan kecil kami. Sejak semalam Pio sudah bilang kepada saya melalui telepon mau bangun pagi-pagi berangkat ke bandara. Dan Pio menepati ucapannya. Pukul 5 pagi dia sudah ribut meminta driver mengeluarkan mobil mau berangkat ke Juanda (selama saya di Singapura, driver memang diminta bermalam di rumah njagani kalau Deo rewel tidak mau tidur dan butuh dikelilingkan sampai tengah malam seperti sebelumnya saat saya tugas ke Surabaya). Begitu bertemu saya, yang diminta pertama oleh Pio adalah kamera. Selesai melihat foto dan video yang saya ambil selama di Singapura, Pio berkata : "Mama, liburan panjang bisa nggak kita ke Singapura? Pio pingin..Bagus (maksudnya Singapura bagus)" ................Oo...Oo..Oo..................



 Terima kasih banyak ya dr. Lilik atas semua-mua-nya...atas 4 hari yang amazing banget........