Senin, 29 Februari 2016

TPA (Tes Potensi Akademik) OTO BAPPENAS dan TOEFL

Hari ini jantung saya berdebar jauh lebih cepat dari biasanya,  deg-degan saat membuka website PPS UB untuk melihat pengumuman hasil TPA dan TOEFL yang saya ikuti tanggal 13 Februari lalu. Rasanya seperti kembali ke belasan tahun lalu saat  membuka halaman koran membaca pengumuman UMPTN.

## Flashback ##
Sebenarnya saya sudah membeli buku persiapan TPA dan Toefl sejak awal Desember 2015, baru dilihat-lihat beberapa halaman buku tersebut sudah terkotak di sudut lemari. Hehehe boro-boro belajar, bulan-bulan terakhir tahun 2015 adalah saat yang melelahkan bagi saya berkaitan dengan persiapan akreditasi rumah sakit. Awal Januari saya mulai memaksa diri untuk melakukan perkenalan awal dengan TPA, dan baru niat belajar setelah menyadari suatu kekeliruan yang rasanya cukup fatal. Karena tidak teliti, saya tidak sadar bahwa saya telah membaca hal yang salah terkait jadwal pelaksanaan TPA dan TOEFL (nggak memperhatikan tahun >_<). Baru ketika menghubungi petugas pasca sarjana UB sebagai panitia lokal TPA, dan si bapak berkata : "Hah, mana ada mbak jadwal TPA tanggal xx Februari (tanggal yang ada di otak saya), adanya tanggal 13 Februari..." Aduh.. gawat nih... itu berarti waktu yang saya miliki untuk mempersiapkan diri menghadapi tes hanya 3 minggu kurang. Kalau 3 minggu itu bisa full belajar kayak nya sih nutut, tapi tahu sendiri lah ....punya 2 buntut, sambil  bekerja pula...(kebanyakan alasan deh, salah sendiri nggak persiapan dari dulu---yang ini jangan dicontoh ya :p---).

Saya cukup beruntung karena Univ. Brawijaya telah bekerja sama dengan Oto Bappenas untuk menyelenggarakan TPA, jadi tidak perlu jauh-jauh keluar kota untuk ikut ujian.
Pendaftaran juga tidak perlu datang langsung ke kantor pasca sarjana. Saya  hanya menelepon kontak person panitia pelaksana dan diminta memberikan nomor HP yang bisa dihubungi untuk diinformasikan no. rekening pembayaran biaya tes. Setelah melakukan pembayaran, bukti transfer dapat dikirim ke panitia via email. Hari itu juga saya mendapat balasan email yang berisi kwintansi bukti pembayaran  yang harus saya print untuk dibawa saat hari H ujian. Di kwintansi tersebut juga tercantum benda-benda apa yang wajib dibawa seperti KTP / SIM sebagai bukti identitas diri, pensil 2B dan penghapus, dan untuk TOEFL ditambah pas foto  3x4 satu lembar.

TPA bagi saya adalah makhluk aneh dari dunia antah berantah, yang saya tidak tahu apa dan bagaimana nya, bahkan feel-nya pun nggak dapat. Mau tidak mau saya harus mulai berburu informasi, membaca pengalaman para senior yang telah bermurah hati membagikan pengalaman menempuh ujian TPA.
Sesuai dengan penjabaran berbagai ulasan, TPA terdiri dari 3 sesi yaitu tes kemampuan verbal (mulai dari mengartikan kosa kata serapan yang kebanyakan baru pertama kali saya dengar, sinonim, antonim),  tes kemampuan numerik (ini yang membuat saya kuatir berhubung kali terakhir menggunakan rumus matematika adalah saat UMPTN), dan terakhir adalah tes penalaran logika (kalau yang ini masih lumayan lah).

Dikarenakan masa persiapan yang cukup mepet, saya hanya berkonsentrasi dengan latihan soal di buku  TPA yang saya beli.
Buku ini lumayan bagus menurut saya, walau di bagian verbalnya ada beberapa yang ngaco. It's oke..Saya hanya mengambil kosa kata nya saja, sedangkan untuk mengartikannya dapat langsung dicocokkan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tidak punya? Jangan khawatir, sudah tersedia versi web-nya yang dapat dengan mudah diakses. Semua kata yang terasa aneh bagi telinga dan kepala, selalu saya cari definisinya dan saya tulis. Saran saja, untuk memperkaya kosakata dan meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan, rajin-rajinlah membaca Kompas. Entah memang selalu atau hanya kebetulan, materi bacaan ujian TPA saya kebanyakan diambil dari Kompas.

Persiapan tes numerik? Haduhh...bagian ini yang cukup membuat saya merasa panik. Otak rasanya blank. Hal yang sudah tidak pernah saya sentuh selama hampir 20 tahun...hu...hu...hu...
Seorang teman (satu kantor) memberi saya nomor kontak guru les yang dulu juga mengajari dia saat menempuh ujian TPA. Nomor itu masih saya simpan sampai sekarang alias tidak pernah saya hubungi. Bukannya merasa sudah pintar sehingga tidak perlu dibimbing guru, tapi saya kebingungan mengatur waktu (pagi sampai sore masih kerja, pulang masih harus ngajari Pio, belum Deo, belum belajar verbal, belum mengulang penalaran, belum persiapan toefl, belum.....wahahaha). Jadi daripada nanti kacau balau saya putuskan untuk belajar sendiri saja. Waktunya bebas suka-suka (mau tengah malam, mau pagi subuh boleh saja), dan nggak pakai sungkan kalau tiba-tiba ada halangan...
Yang menjadi guru selama proses merefresh pelajaran matematika adalah You tube. Saya banyak terbantu dengan berbagai macam video tentiran dan pembahasan soal matematika mulai deret hitung, persamaan kuadrat, rumus-rumus persamaan, perbandingan, bangun ruang, de es be....

Untuk tes penalaran / logika, tidak terlalu bermasalah bagi saya. Setelah mengingat kembali hukum-hukum logika matematika, saya bisa mengerjakan soal logika dengan hasil yang cukup oke.

Saya juga sempat men-down load soal latihan TPA yang free bahkan yang berbayar (harus beli).
Uummm mungkin saya yang tidak menemukan link yang bagus, tetapi semua soal TPA yang saya down load dari internet tidak memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Jauh lebih mudah mengerjakan soal internet daripada soal di buku...tapi lumayan lah untuk pemanasan.

Sehari sebelum ujian, di tengah-tengah acara hari itu saya sempatkan untuk mencari lokasi ujian. Walau saya berdomisili di Malang sekaligus alumnus Unibraw tidak menjamin saya tahu lokasi tes. Kampus tempat saya kuliah dulu telah banyak berubah wajah sekarang.
Sempat bertemu bapak koordinator TPA ketika bermaksud mencari ruang ujian (yang ternyata belum di tata saat itu), ditanya ini ujian TPA yang keberapa. Karena baru pertama kali, saya mendapatkan beberapa petuah yang cukup berguna
  1. Tenang, jangan panik, tinggalkan semua permasalahan di luar ruang ujian.
  2. Datang lebih awal sehingga punya waktu lebih jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan
  3. Sarapan dari rumah karena ujian akan berlangsung kurang lebih 3 jam non stop
  4. Sebelum ujian dimulai, jika dipersilahkan ke toilet berangkat saja kebelet tidak kebelet. Selama ujian berlangsung biasanya tidak diperkenankan ke toilet (dianggap selesai)
  5. Hati-hati manajemen waktu. Jangan tergoda untuk mengutak-atik soal yang sulit. 
  6. Langsung hitamkan jawaban, tidak usah pakai acara ditandai dulu (titik, strip kecil) atau arsir tipis. Tidak akan ada waktu lebih.
  7. Tidak ada sistem nilai penalti, jadi jawab semua soal.
 Hehehe serasa menerima wejangan dari seorang ayah ... terima kasih banyak ya pak....

Hari H ......
Ujian TPA dijadwalkan pk. 08.00 WIB, dan semua peserta diharapkan sudah hadir 15 menit sebelumnya.

Saya berangkat dari rumah +/- pk.06.20 seperti biasa, mengantar Pio sekolah untuk kemudian langsung ke Brawijaya. Dannnn... belum-belum saya sudah melanggar petuah no.1.
Saya amat sangat panik luar biasa (mau nangis rasanya...kenapa tadi nggak minta diantar saja), ketika mendapati diri terjebak di dalam lingkungan kampus Unibraw selama lebih dari setengah jam. Sudah sampai ke gerbang belakang  arah Soekarno Hatta ternyata gerbang ditutup dan saya harus memutar kembali keluar ke jalan Veteran. Hari itu ada wisuda besar di UB, di depan gerbang belum tampak ramai, tetapi di dalam luar biasa padat merayap (kecepatan lebih lambat dari kura-kura) dan diberlakukan 1 jalur, plus beberapa jalan kampus ditutup. Pk. 07.15 saya masih antri kemacetan di tengah-tengah UB.

Untuk mengurangi kepanikan, saya menelepon suami sekaligus meminta saran jalan mana yang harus saya ambil yang risiko kemacetan pagi hari lebih minim. Saran mengambil jalur memutari TMP saya ikuti (sementara suami akan menyusul dengan sepeda motor..jadi kalau terjebak macet lagi mobil akan saya tinggal dan bonceng sepeda ke lokasi ujian), dan syukurlah walaupun padat tidak sampai macet greg. Tiba di lokasi ujian pukul 8 kurang 20 menit,... Legaaa..area parkir masih kosong sehingga saya tidak perlu buang waktu lebih banyak lagi.
Ternyata oh ternyata waktu pelaksanaan ujian diundur. Pukul 08.00 , masih banyak kursi peserta yang kosong. Panitia TPA dari Jakarta mengumumkan bahwa panitia lokal banyak mendapat telepon dari peserta yang mengabarkan dirinya terjebak di area UB serta meminta kami bersabar menunggu  (rupanya banyak peserta yang mengalami nasib sama). 

Mendekati  pukul setengah 9, koper bersegel berisi soal TPA dibawa masuk (peserta sudah lengkap), soal-soal bersegel dibagikan, peraturan ujian dibacakan. Intinya saat tes verbal ya kerjakan verbal, saat numerik kerjakan numerik, dan demikian pula saat tes logika. Tidak diperkenankan membuka soal diluar yang diperintahkan (contoh tidak boleh mebuka soal verbal  ketika saat tes numerik berlangsung).

Tes verbal lumayan walau tetap saja ada kata-kata ajaib yang baru saya dengar hari itu. Yang bisa langsung saya hitamkan, yang tidak bisa atau ragu-ragu langsung lewat. Target  sesi bacaan harus selesai saat itu juga (dan kalau bisa bener semua). Selesai menjawab yang saya yakin bisa, giliran mejawab yang tadi masih ragu-ragu. Lima menit terakhir adalah waktu untuk menembak jawaban yang saya benar-benar tidak tahu (saat itu saya putuskan untuk menghitamkan opsi B untuk semua jawaban yang saya tembak).

Tes numerik...weh weh weh... saya memutuskan untuk menjawab soal cerita lebih dulu, karena berdasarkan waktu latihan soal jenis ini yang bisa membuat saya tenang. Kemudian lanjut soal seri gambar, soal deret matematika, mencari pola bangun ruang yang paling tepat, baru terakhir adalah soal akar, persamaan kuadrat, dan pecahan. Tiga puluh lima menit sebelum waktu habis mungkin saya baru menjawab sektar 1/3 soal saja...langsung panik...efeknya buruk : sempat blank untuk sementara. Setelah berhasil menenangkan diri --pasrah : nanti kalau nggak nututi ya dihitamkan B semua saja--, justru saya dapat menemukan beberapa soal yang awalnya saya pandang super rumit ternyata bisa dikerjakan tanpa perhitungan panjang. Wow ...ketenangan hati dan pikiran benar-benar pengaruh rupanya. Lumayankan tambah beberapa soal yang saya yakin jawabannya benar.

Tes logika ... karena paling PD, soal jenis ini yang paling lancar saya kerjakan.... :)

TPA selesai sekitar pukul setengah dua belas siang, dan kami harus mengisi form data diri serta amplop yang harus dilengkapi dengan alamat ke mana sertifikat TPA akan dikirim.
Yang menyenangkan...ternyata kami dapat makan siang... Horeeee....nggak perlu ke mana-mana untuk cari makanan sembari menunggu jadwal tes TOEFL jam 14.00 nanti. 

Bagaimana dengan TOEFL?
TOEFL sih sudah nggak asing ya karena semasa kuliah sarjana sudah pernah mengalami. Hanya saja, saya paling tidak PD untuk section listening....rasanya seperti mendengar suara orang bergumam-gumam nggak jelas...
Tes pendahuluan yang saya lakukan di salah satu lembaga swasta juga membuktikan hal yang sama. Point saya paling jeblok di listening, jadi dari total nilai 513 sumbangan nilai didominasi reading dan structure.
Saya memutuskan untuk mengambil kelas toefl preparation sebanyak 10x pertemuan yang saya kebut 2 minggu kelar, dengan konsentrasi utama meningkatkan kemampuan listening. Rencana saya : persiapan TOEFL akan saya lakukan di tempat les, sedangkan waktu di luar itu adalah jatah persiapan TPA.

Sabtu itu, saya pulang dengan perasaan yang lebih ringan. Setidaknya beban saya untuk menempuh ujian TPA (yang utama nih) dan TOEFL sudah berlalu. Tinggal menunggu hasil yang bisa dilihat di website pasca sarjana UB pada hari Jumat tgl 19 Februari 2016 atau enam hari setelah pelaksanaan ujian. Sertifikat akan keluar kurang lebih 2 minggu setelah ujian. Pasrah. Jika ternyata hasilnya masih belum mencukupi persyaratan TPA minimal, setidaknya saya masih memiliki kesempatan 1 kali lagi mengikuti ujian TPA di bulan Maret.

Dan hari itu datang juga....
Walau sudah memantapkan hati menerima apapun hasilnya, debaran jantung ini tidak mau berkurang. Tapi mau ditunda sampai kapanpun  tidak akan merubah nilai yang telah dicapai, jadi ayo selesaikan secepatnya....

Syukurlah nilai TPA dan TOEFL yang saya peroleh lebih dari cukup...(terima kasih Tuhan...)



Selasa, 02 Februari 2016

Merangkai Buah

Dalam rangka ulang tahun rumah sakit yang ke 86 bulan Oktober lalu (udah lamaaa ya?), ada kegiatan menarik yang diadakan di depan ruang kerja saya : lomba merangkai buah. Seru karena ternyata teman-teman saya mahir mengutak-atik buah sehingga tercipta karya seni yang indah, juga mengasyikkan melihat berbagai macam buah segar dengan tampilan dan aroma yang menggoda iman perut :)..
Peraturan lomba  : biaya maksimal 200 ribu, pengerjaan dilakukan saat pelaksanaan lomba (hmmm waktu pengerjaan berapa lama ya...lupa --sudah lama berlalu sich--)...dan inilah beberapa hasilnya  :







Foto terakhir adalah pemenangnya...bagus bukan?

Sebenarnya masih banyak hasil karya yang lain tapi sayang hasil jepretan kamera HP saya gagal fokus (baca : buram).

Ada satu hal asyik lagi yang terjadi sebagai efek samping lomba merangkai buah ini : rujakan dan pesta buah...