Rabu, 15 April 2015

Pernikahan Part 2

Masih tentang pernikahan , tapi yang ini adalah pernikahan adik-adik saya (tentu dilihat dari sudut pandang saya hehehe)

1. Dedi - Nunik 

Pernikahan adik yang satu ini berlangsung tahun 2008, saat saya hamil Pio.  Yang saya ingat prosesi lamaran di Porong berlangsung cukup jauh sebelum mereka menikah yakni tahun 2007.  Ada dua kejadian yang cukup membekas di memori saya berkaitan dengan momen lamaran Dedi.  Pertama : Dedi jatuh di rel kereta api saat berangkat ke Surabaya. Perjalanan dengan mengendarai sepeda motor dari Jember ke Surabaya, hujan turun sehingga mungkin jalanan  licin, jatuh. Untung hanya mendapat sedikit luka babras. Kedua : Saat saya dan Doni pulang dari Surabaya, ee di Malang mendapati mas Yudi terpincang-pincang dengan punggung kaki bengkak. Jatuh terkilir saat berlari mau melerai 2 anjing yang bertengkar. Kuatir patah, difotokan. Hasilnya  retak (untung tidak patah del). Bertolak-belakang dari pembuka dan penutup yang sedikit tidak enak bagi saya, inti acara lamaran berlangsung lancar, termasuk moment narsis kami hihihi..

Pernikahan Dedi dan Nunik terdiri dari dua tahap. Tahap pertama pemberkatan nikah di Gereja St. Yusuf Jember, dan tahap kedua adalah resepsi yang dilangsungkan di Porong (tempat asal Nunik). Beruntung bagi saya (yang saat itu adalah ibu hamil yang sedang mengeman-eman cuti untuk dikumpulkan saat melahirkan) dua acara tersebut dilaksanakan pada hari Minggu walau berbeda hari.
Berangkat hari Sabtu dari Malang dengan menyewa mobil (agar saya bisa tiduran kalau capek), kami sampai di Jember sudah malam, dan rumah telah penuh sesak dengan keluarga dari mama. Peluk sana peluk sini, cipika-cipiki, ngobrol sebentar, ngintip baju yang mau diapakai mempelai, saya langsung tidur.
Besok paginya ngikut dedi mengambil hand bouquet di perangkai bunga (aslinya sih pingin jalan-jalan ^_^), pulang, makan, lalu saya diantar ke salon untuk dirias. Untuk salon saya sengaja memisahkan diri dari pengantin berhubung saya ogah ngantri dirias subuh-subuh dengan membawa perut buncit. Untuk pakaian saya  juga tidak mengikuti pakaian keluarga mempelai karena mencari praktis berkaitan dengan ukuran perut yang menggelembung, sehingga saya membeli pakaian pesta untuk ibu hamil dengan potongan sederhana. Minggu sore setelah acara gereja selesai saya pulang ke Malang karena Senin-nya masuk dinas.




Resepsi pernikahan Dedi dan Nunik dilangsungkan di Porong, di rumah mempelai wanita. Saya berangkat langsung hari Minggu pagi dari Malang, sempat muter-muter juga nyari rumahnya (lupa arah..). Adat yang dipakai adat Jawa, jadi sesampainya di Porong saya langsung mencari si Dedi, pingin tahu bagaimana wujudnya dibalut pakaian pengantin Jawa lengkap. Hihihihi lucu juga, mana dengan periasnya dipakaikan lipstik cukup mencolok untuk ukuran cowok (menurut saya lho..). Seumur hidup bahkan sampai saat ini, inilah satu-satunya pengalaman saya menjadi bagian dari barisan pengiring pengantin. Hahaha.. rasanya bagaimana gitu, berbaris mengiring pengantin sambil dilihatin orang (sama-sama barisnya, sama-sama ditonton orang, tapi beda rasa dengan waktu saya ikut gerak jalan atau marching band waktu sekolah).

Temu pengantin, prosesi ini dan itu, daann ...dipajanglah mereka berdua di atas panggung ( bahasa kerennya : Pelaminan). Ehem..ehem.. sudah curi-curi mesra, dulang-dulang-an berdua...lebih dari itu masih belum bisa karena di kanan kiri nya masih dikawal orangtua (mana berani coba?), apalagi masih dimonitor sama audiens yang hadir (wkwkwk). Secara keseluruhan acara berjalan lancar.
Permasalahan datang bagi saya saat tiba waktu jamuan. Sudah berusaha menghindar, dirayu juga : sediikiiit saja, ngincipi saja buat syarat. Karena sungkan, oke-lah, saya makan. Yang saya kuatirkan terjadi. Tidak lama setelah makanan lenyap ke perut, saya sudah ndekem di kamar mandi karena muntah-muntah. Berhubung perut saya dalam kondisi kosong, suami mengubah rute pulang ke Malang melewati Trawas. Rencananya mau cari ikan bakar di sana, tentu dengan beberapa pesan sponsor agar makanan yang ada cukup aman (maksudnya : tidak saya muntahkan), plus mendapat sedikit bonus : Jalan-jalan melihat hijaunya pemandangan


Bersanding berdua
Tuh...mesra kan ......



 2. Doni - Nita 

Adik bungsu saya ini bisa dibilang masih pengantin baru, berhubung baru menikah bulan Agustus 2014 kemarin. Dilangsungkan hari Sabtu dan Minggu di Jember, hanya beberapa hari setelah Lebaran usai. Problem saya waktu itu, hari Senin nya Pio sudah masuk sekolah dan ini adalah bulan pertama dia menginjakkan kaki di SD. Saya khawatir jika belum-belum sudah tidak masuk sekolah, akan mengganggu adaptasinya. Kalau dipaksakan masuk hari Senin takutnya ini anak masih capek, belum lagi jalan masuk ke Malang pada puncak arus mudik bakal minta ampun macetnya mulai persimpangan Purwosari. Karena hari pernikahan dan resepsi tidak bisa dinego, alternatif lain yang bisa ditempuh adalah masuk Malang saat tengah malam / dini hari. Antisipasi macet parah, saya dan suami memutuskan untuk menggunakan driver saat perjalanan pulang ke Malang.

Selama pernikahan Doni dan Nita saya menginap di hotel Royal Jember dengan tujuan mendekati tempat resepsi yang berlokasi di area UNEJ. Supaya seru, Dedi saya ajak untuk ikut menginap di Royal. ..jadinya cukup ramai bisa ngumpul di tempat yang sama untuk beberapa hari. Sayangnya mama tidak mau diajak bergabung karena takut ada keluarga yang nyasar ke rumah saat hari H.
Sama dengan waktu pernikahan Dedi, saat pernikahan si Doni pun saya memisahkan diri dari perias pengantin dan keluarga. Kali ini  suami  yang merasa tidak sanggup mengatasi 2 anak kecil sendirian kalau saya musti berangkat subuh untuk antri dirias, apalagi Deo masih menyusu ke saya (pasti rewelnya). Ceritanya sama, saya mencari perias sendiri, dan kali ini saya mencari yang mau datang ke hotel tempat saya menginap. Karena saya mencari  via internet, dan hari tersebut masih berbau mudik Lebaran, cukup sulit mencari MUA yang sedang free plus bersedia datang ke tempat tanpa minimal order. Singkat cerita saya mendapatkan 2 MUA berbeda untuk rias 2 hari (MUA yang saya dapat pertama hanya bisa untuk hari kedua, jadi hari pertama saya cari yang lain). Yang penting dapat dulu, perkara kualitas riasan, entahlah..saya tidak pernah tahu, hanya bisa memilih yang terlihat bagus di data foto internet.

Hari Sabtu adalah hari pernikahan di gereja dengan dresscode bertema internasional, sedangkan  hari keduanya (Minggu) adalah saat resepsi yang menggunakan adat Jawa. Untuk pakaian keluarga ada dua, berwarna ungu fanta untuk sakramen nikah di gereja dan kebaya biru untuk resepsi. Berhubung status saya masih sebagai Busui ( ibu menyusui ), saya sedikit memodifikasi model kemben untuk dibuat dengan retsleting depan. Jadinya gampang kalau si kecil sewaktu-waktu minta mimik.
Saya dan Nunik mulai dirias sekitar pukul setengah enam pagi, sehingga saya harus bangun jam empat-an untuk menyiapkan makannya Deo. Syukurlah saya memutuskan untuk rias di tempat saja, tidak membayangkan jika harus meninggalkan tiga kunyil kecil hanya bersama dengan papa-papa mereka. Hari pertama masih lumayan, setidaknya para papa masih lengkap. Hari kedua, astaganaga, dengan absennya Dedi yang harus gabung dengan perias pengantin karena mau dipermak dengan beskap lengkap,.kami harus dirias dengan selingan menangkapi 3 anak kecil yang melesat ke seluruh penjuru mata angin, melompati dan memanjat semua benda yang terjangkau, bahkan saya sempat menjalani dirias sambil menyusui.

Sepanjang acara baik di gereja maupun resepsi  gedung, menurut saya Pio dan Michelle - lah bintangnya (hihihi). Mereka berdua jarang sekali bisa duduk tenang, dan kalau jujur sih benar-benar mirip sama saya dan Dedi waktu kecil. Michelle nyaris membuat pohon kecil di sebelah gereja menjadi gundul serta membawa masuk tumpukan daun yang berhasil dikoleksinya. Pasangan dancer Pio - Michelle juga sempat berdansa berdua di lorong samping bangku gereja, tersandung kaki kursi dan jatuh terguling. Untung tidak sampai benjol atau membuat suara gedubrakan.
Resepsi di gedung? Kondisinya 11-12 alias sama saja. Bayangkan sulitnya mengejar mereka menjelajah gedung, menyisip diantara dekorasi, naik-turun tangga dengan memakai jarik dan selop..masih lumayan ada suami sehingga bisa gantian menghandle penangkapan duo Pio-Michelle atau menggendong Deo. Saya, Nunik, dan mas Yudi baru bisa istrirahat sejenak setelah Pio - Michelle menemukan singgasananya, yakni di kursi orang tua di panggung pelaminan (astaga..nih anak dua ini ada saja tingkahnya).. sepertinya mereka menikmati mengambil alih bangku Oma sama Dedi atau kalau tidak rupanya pangku juga sudah cukup memuaskan buat mereka. Sambil memandang Pio-Michelle di panggung pelaminan, saya berpikir enak juga menjadi anak kecil, bisa jujur dan polos dengan apapun yang ada di kepala dan hati mereka.







Me and Nunik
Michelle berlari

Pio berlari

Setelah Check Out
Resepsi















Tidak ada komentar:

Posting Komentar