Rabu, 10 Juni 2015

Akhir Perjuangan ASI

Bulan Mei 2015 Deo genap berumur 2 tahun, dan itu berarti genap pula perjuangan saya memberikan ASI kepadanya. Bersyukur dan lega karena tercapai juga akhirnya titik ini oleh saya dan Deo.

Memberikan ASI secara penuh kepada Deo tidak saya lalui dengan mulus begitu saja mengingat saya juga bekerja, terutama pada 6 bulan pertama. Cemas dan frustasi menunggu keluarnya tetes ASI pertama, nyeri yang harus saya tahan karena kedua puting saya terluka tertarik oleh Deo yang mengamuk karena ASI belum keluar (kalau sudah capek menghisap, Deo selalu menghentakkan kepala ke belakang sambil tetap tidak mau melepaskan puting saya) serta  di saat Deo tumbuh gigi, sedih saat melihat hasil perahan pertama yang hanya sanggup membasahi (tidak memenuhi lho) pantat botol, panik saat listrik mati, kebingungan mencari tempat menyusui di public area, kelabakan mencari informasi bagaimana caranya memerah dan membawa pulang ASIP saat saya bertugas keluar kota, de el el ...de el el....

Pengalaman kegagalan ASI eksklusif saat anak pertama dan tercapainya S3 ASI untuk anak kedua memberikan banyak pemahaman kepada saya tentang menyusui yang akan saya uraikan di bawah ini, siapa tahu bermanfaat bagi bunda lain yang akan atau sedang menyusui buah hatinya.


Pertama, Jika kita sudah berkomitmen untuk mau menyusui, Jangan pernah menyediakan dot di rumah  walaupun hanya satu dan untuk alasan apapun. Adanya dot akan menggoda kita menggunakannya, terutama di saat lingkungan terdekat tidak mendukung. Jika bayi mengenal dot, cepat atau lambat dia akan memilih dot daripada menyusu langsung. Menghisap dot jauh lebih mudah dan tidak membutuhkan usaha daripada menghisap payudara (dot disentuh saja susu sudah keluar). Jangan membuka peluang terjadinya  bingung puting dengan berpikir : ah tidak apa-apa, walaupun memakai dot si anak tetap mau menyusu ke ibunya. Itulah yang saya alami saat anak pertama. Ketika saya memberi susu dengan dot, saya mengira si Pio oke-oke saja karena tetap mau menyusu ke saya. Yang tidak saya sadari adalah berkurangnya kualitas menghisap, yang akhirnya benar-benar berakhir saat Pio berusia 8 bulan setelah satu minggu full tidak meyusu ke saya karena saya tinggal ke luar kota. Pio hanya sebentar mau menyusu langsung kemudian menangis minta minum pakai dot.. Yang terjadi adalah dia menempel ke dada saya bukan untuk kebutuhan menyusu, tetapi karena faktor psikologis saja (ngempeng).. Produksi ASI ya mengikuti habis...
Selama saya bekerja Deo mendapatkan ASIP dengan cara disuap menggunakan sendok kecil. Tidak sulit kok, Deo dan Papa hanya membutuhkan waktu 3 hari untuk beradaptasi, selanjutnya Deo sanggup menghabiskan ASIPnya dengan kecepatan yang membuat Papa kewalahan.

Kedua, Sebelum melahirkan, carilah info sebanyak-banyaknya tentang bidan / dokter kandungan / rumah sakit yang benar-benar mendukung program ASI eksklusif.  Artinya sama sekali tidak menggunakan susu formula kepada bayi baru lahir tanpa alasan medis yang benar-benar kuat, apalagi menggunakan dot, serta melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) secara sunguh-sungguh bukan hanya sekedar formalitas. Pelaksanaan IMD menuntut kontak skin to skin antara ibu dan bayi, serta dapat berlangsung lamaaaa (pengalaman saya : 2 jam).
Saat Deo lahir, dia langsung diletakkan di atas tubuh saya sambil dipotong placentanya. Supaya tidak kedinginan (karena kamar bersalin ber AC), dipakaikan  topi dan diselimuti di atasnya (diselimuti / ditutupi saja ya, tidak dibungkus sehingga tetap terjadi kontak antara kulit saya dan Deo), bahkan belakangan karena prosesnya lama ditambahkan lampu untuk menjaga bayi tidak kedinginan. Namun, jika karena suatu hal IMD tidak dapat terlaksana baik, jangan patah arang, cukup banyak teman yang berhasil menyusui walau gagal IMD.

Ketiga, Jika memungkinkan dan tersedia carilah konselor laktasi untuk mendapatkan informasi, edukasi, dan pelatihan seputar menyusui. Situs AIMI dapat sangat membantu. Beneran, sangat terasa bedanya karena konselor laktasi sudah terlatih untuk mengatasi permasalahan-permasalahan praktis terkait menyusui.
Dalam hal ini saya merasakan enaknya punya teman dsa yang konselor laktasi. Saya bisa setiap saat menyampaikan semua uneg-uneg saya dengan bebas. Dukungan (selalu bilang : Pasti bisa, itu sudah akeh (banyak) lhooo...Hebat..Hebat..) dan semangat yang diberikan olehnya adalah salah satu faktor yang membuat saya bisa bertahan. Sebagai dsa konselor laktasi, dokter satu ini bisa dibilang saklek soal ASI... tetapi banyak ibu yang tertolong bisa menyusui lagi setelah sempat menyerah (berhenti) menyusui bayinya---curhatan seorang ibu yang satu perjalanan dengan saya waktu keluar kota.

Keempat, Wajar jika ASI tidak langsung keluar begitu bayi lahir, dan bayi baru lahir sanggup bertahan tanpa asupan sampai  3 hari. Pada kelahiran  anak saya, kedua-duanya ASI baru keluar pada hari ketiga .... dan sekali lagi tekanan untuk menggunakan susu formula dan / atau dot  kebanyakan datang dari lingkungan terdekat (baca : keluarga). Sebelum tiba waktunya melahirkan, bicarakanlah komitmen untuk memberikan ASI eksklusif dengan keluarga terdekat terutama suami. Libatkan suami (dan kalau perlu orang tua) dalam sesi konsultasi mengenai persiapan ASI eksklusif. Percayalah, kita akan membutuhkan dukungan dari suami (yang utama nih) / anggota keluarga lainnya untuk melewati masa-masa ini (minimal tidak menambah rasa frustasi). Untuk saya, di saat menunggu keluarnya ASI orang tua sering menyampaikan pendapat : tidak tega melihat Deo nangis jerit-jerit, Deo kelaparan dan kehausan, Kasihan kok mentolo sih.... Disaat kepala saya sudah tenang (seperti sekarang nih), saya mengerti bahwa mereka berkata demikian karena perbedaan pemahaman dan pola pikir, tetapi di saat itu  di mana saya sendiri stress, kata-kata tersebut justru melipatgandakan frustasi dan kesedihan saya. Keberuntungan saya : suami masih kuat mendukung.

Ada satu kondisi yang cukup sering mengharu-biru perasaan para ibu di awal-awal masa menyusui,yaitu icterus neonatorum ( bayi kuning).  Pio dan Deo dua-duanya kuning. Bayi kuning ada 2 macam : kuning yang normal didapati pada bayi baru lahir, atau kuning yang tidak normal. Bagaimana membedakannya saya tidak akan membahasnya di sini, terlalu panjang jadi  tanyakanlah pada bidan atau dokter spesialis anak anda. Yang penting untuk diketahui para ibu adalah waspada mengenali bayi kuning sedini mungkin. Pio dan Deo sama-sama icterus fisiologis (kuning normal), dengan kepekatan kuning Deo lebih parah dari Pio. Untungnya Deo membaik dengan minum obat saja, tidak sampai terapi sinar. Disinilah manfaat dsa pro ASI. Saya tetap diminta melanjutkan menyusui seperti biasa (saat pemeriksaan dsa akan memastikan perlekatan benar, cara bayi menghisap sudah benar, menelan ASI sungguhan --ada bunyi glek-glek--), rajin menjemur, dan dibantu obat. Sama sekali tidak tercetus untuk penambahan susu formula, dan sekali lagi meyakinkan saya : pasti bisa..

Kelima, Jangan cemas jika puting susu terbenam, kita tetap bisa menyusui walau dalam kondisi demikian. Sebelum hamil / melahirkan, sampaikan saja permasalahan ini kepada bidan / dokter / konselor laktasi, sehingga kita akan dilatih mengatasi permasalahan ini.                          
Sayang sekali saya mendapatkan si-mbak (ART saya sekarang ini) nggak dari dulu-dulu saat saya masih stress menyusui. Dia sukses full menyusui anak-anak nya dengan kedua puting payudaranya terbenam. Jika ada teman  / saudara main ke rumah dan bercerita bahwa dirinya gagal ASI eksklusif, biasanya si mbak ini yang getol ngasih semangat  (ngompor-ngomporin). Kalau mendengarkan cerita si mbak ini , dia sangat yakin bahwa semua ibu pasti bisa menyusui asal mau dan berkemauan keras. Pasalnya salah satu saudaranya ada yang berhasil menyusui cucunya karena sang ibu kandung meninggal saat melahirkan (ingat lho...nenek di desa sering-sering masih usia produktif. Jangan dibayangkan istilah nenek adalah wanita tua renta keriput yang sudah bertahun-tahun menopause). Kalimat yang selalu dia ulang-ulang ketika menceritakan saudaranya itu kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia gado-gado kurang lebih begini : " Mbah-e (neneknya) saja bisa keluar susu (ASI) meski direwangi (apa ya istilah Indonesianya?) pentil-e (puting payudara) dedel duel babras bundas , apalagi ibu-e dewe (ibu kandungnya sendiri)"    ...Cukup memompa semangat bukan?

Keenam, Begitu proses adaptasi untuk menyusui terlampaui, segeralah memerah ASI. Untuk ibu bekerja, ini adalah kewajiban jika ingin berhasil ASI eksklusif. Tetapi juga tidak ada salahnya dilakukan pula oleh para bunda yang bisa full di rumah. ASIP  beku ini sangat membantu saya jika produksi ASI turun di saat saya sakit, dan pasti nantinya akan dibutuhkan juga ketika membuat MPASI.
Untuk urusan perah-memerah ini akan lebih praktis jika kita mahir memompa dengan menggunakan tangan, tetapi kalau tidak pun (termasuk saya nih yang tidak ahli memerah dengan tangan) masih ada jalan lain untuk mengeluarkan ASI yaitu dengan menggunakan pompa.

Memilih pompa ASI gampang-gampang susah. Secara fungsi pada dasarnya sama saja, kita tinggal memilih yang paling cocok dan nyaman digunakan. Saya pernah memakai pompa elektrik BabyQ yang murah meriah (saya membelinya tahun 2008 saat menyusui Pio, waktu itu harganya hanya 100ribuan), kemudian Pigeon yang harganya berkisar 700-800 ribu di tahun 2013, sampai Medela Swing dengan harga satu juta koma sekian di tahun 2013.

Pompa BabyQ walaupun murah cukup efektif untuk mengeluarkan ASI. Dia yang berjasa memenuhi persediaan ASIP beku selama saya cuti melahirkan. Kekurangannya adalah suara mesin yang berisik minta ampun (jadi tidak memungkinkan untuk mompa disamping bayi yang sedang tidur). Juga pengaturan ritme pompa masih manual, jadi tangan nggak bisa bebas. saya juga tidak terlalu suka dengan karet untuk melapisi corong pompa yang bersentuhan dangan payudara,  susah mencari gantinya saat karet ini tidak melekat sempurna lagi ke kulit payudara. Saya coba lepas, pompa tidak bekerja maksimal.

Pigeon, kelebihannya adalah suara yang  lebih silent, sehingga bisa saya pergunakan untuk memerah disamping bayi. Kita juga bebas menyetel pola ritme dan kekuatan pompa yang paling nyaman untuk kita. Kekurangannya bagi saya adalah corong pompa yang menggunakan lapisan karet, serta mesin pompa yang cukup besar plus perangkat pompa yang tidak bisa diprotoli kecil-kecil (jadi untuk saya yang sering pergi keluar kota sangat tidak praktis dibawa-bawa).

Medella, saya menggunakan type Swing. Model ini yang saya paling suka. Mesinnya kecil, ringan, dan perangkat corong pompanya bisa diprotoli, sehingga ringkas dan ringan untuk saya bawa-bawa kemana saja. Suaranya juga silent serta corong pompa tanpa tambahan karet, plus model ini bisa diubah menjadi pompa manual dengan menambahkan perangkat ring dan tuas yang dibeli terpisah. Mesinnya cukup bandel, karena bertahan saya hajar 2 tahun memerah (kalau lagi keluar kota setiap 3-4 jam pasti operasional), bahkan salah satu mesin pernah kemasukan ASI karena saya tertidur saat memerah. Botol penuh, naik ke selang , saya tidak tahu dan masuk mesin. Tahu-tahu saya terbangun karena mendengar suara mesin pompa yang keras ngruek--ngruekk-- Mau nangis rasanya saat itu, saya pikir tamatlah riwayat mesin satu ini (udah harganya mahal banget), tetapi rupanya setelah luberan ASI di mesin kering, dia dapat berfungsi kembali. Kekurangannya adalah saya beberapa  kali kehilangan membran putihnya (ukurannya mungil dan tipis), untung mudah mencari gantinya.  Karena selama menyusui saya cukup sering bepergian keluar kota, saya memiliki 2 mesin pompa Medella.

Untuk aktivitas memerah, 1 tahun pertama diluar memerah di kantor saya rutinkan memerah setiap tengah malam / dini hari, serta pagi subuh (note : biasanya kalau di rumah yang saya perah hanya satu payudara karena yang satunya diminum Deo),  diluar waktu itu saya susukan langsung. Lepas 1 tahun saya hanya 1x memerah saat dini hari (kecuali saya kejar tayang stok untuk ditinggal keluar kota).

Untuk botol ASIP suami tidak setuju jika kami menggunakan botol re-use (saya sempat beli sih la wong murah--akhirnya dikasihkan orang), sehingga sedikit demi sedikit kami membeli botol ASI baru. Jumlah botol yang saya miliki selama memerah ASIP tidak terasa mencapai 50 botol lebih dalam berbagai ukuran dan merek (60cc, 90cc, 120cc, dan 150cc).

Ketujuh, yakinkan diri sendiri bahwa ASI cukup dan tetapkan kemauan kuat untuk menyusui. Saya mengalami susahnya meyakinkan diri sendiri bahwa ASI saya cukup. Untuk sekedar tahu saja, ASI saya tidak melimpah ruah. Sering juga saya iri pada teman yang bisa mencapai lebih dari 500cc sekali perah untuk dua payudara, sedangkan saya rekor terbanyak (dan hanya 1x terjadi) hanyalah 380cc. Rata-rata hasil memerah saya 200cc untuk dua payudara, kadang kurang kadang lebih. Karena faktor tidak percaya diri ini, selama dua bulan sebelum saya meninggalkan Deo keluar kota untuk pertama kali, saya mencoba cukup banyak ASI booster.. dan baru saya lepas sepulang dari Jakarta  ..dan hasilnya? Tidak ada perbedaan hasil perah  (untuk saya) apakah saya pakai atau tidak pakai  ASI booster. Hanya membantu memberikan rasa tenang bagi saya (sugesti ya). Yang benar-benar memberikan efek ke produksi ASI saya adalah jumlah minum, sehingga patokan saya adalah warna air kencing  harus bening, dan bibir tidak boleh sampai terasa kering..memang benar jumlah produksi ASI = jumlah permintaan.

Menyusui memang hal alami setiap ibu, tetapi ada banyak hal yang menyebabkan gagalnya proses menyusui, terutama posisi perlekatan bayi. Bidan / perawat / dokter yang baik akan selalu mengontrol dan melatihkan posisi menyusui yang benar kepada anda (bukan hanya sekali ya..tetapi selalu. Baik saat masih di RS maupun dalam perjalanan kontrol). Jika posisi perlekatan sudah diyakinkan benar, konsitensi menyusui baik, tetapi masih ada masalah mungkin ada masalah lain yang harus dicari seperti bayi dengan tali lidah yang pendek hingga mengganggu kemampuan menyusu.  Jangan lupa pada bayi ada masa growth spurts (percepatan pertumbuhan) di mana mereka akan tampak selalu kelaparan, tidak puas menyusu. Kemunculan dan lamanya bisa bervariasi pada masing-masing anak. Deo pun juga begitu, di masa ini dia hampir selalu menempel di dada saya, selalu rewel minta menyusu dalam jeda yang singkat, susah banget untuk mau ditaruh bobok. Walau saya cemas hal itu disebabkan penurunan produksi ASI, dsa kami berhasil meyakinkan bahwa Deo sedang mengalami masa growth spurts dengan bukti frekuensi pipis yang masih sering dan grafik pertambahan BB nya masih dalam batas normal.


 Kedelapan, Inilah tips membawa pulang ASIP saat tugas keluar kota. Jika memungkinkan teleponlah dulu hotel tempat menginap unuk menanyakan apakah bisa menitipkan ASIP di freezer mereka. Hati-hati, freezer kamar hotel kebanyakan kurang dingin, jadi lebih baik dititipkan di pantry / dapur mereka. Mintalah agar disimpan di freezer es batu atau makanan matang, dan saat menyerahkan pastikan petugas hotel paham bahwa ini adalah ASI dan harus beku. Saya belum pernah ditolak hotel untuk menumpang menitipkan ASI di freezer mereka. Paling-paling mereka melongo, meyakinkan kalau pendengaran mereka tidak salah ( Apa Bu? ...3-4 x bertanya walau di labelnya jelas-jelas saya tulis ASI), bahkan ada yang merubung saya, bertanya A-Z tentang memerah menyimpan ASI saat keluar kota (saya alami di Hotel Red Top Jakarta). Satu-satunya yang pernah menolak saya untuk menitipkan ASIP dan ice gel  adalah Jakarta Convention Centre. Padahal saya sudah menjelaskan bahwa ini adalah ASI, dan coolerbag saya tidak akan bisa bertahan dari pagi-sore.
Yang agak susah mencari tempat memerah adalah jika kita mengikuti acara di suatu tempat yang tidak memiliki tempat laktasi, kita tidak menginap di sana,  dan panitia penyelenggara acara tidak mampu mencarikan tempat (Jangan sampai memerah di toilet jika ASI akan disimpan--kalau dibuang sih nggak masalah ya--Jijik!!!!!). Empat jempol buat Hotel Sheraton Surabaya, di mana saya sampai diberi ruang di kantor manajemen mereka untuk dapat memerah ASI (saya memutuskan bertanya sendiri kepada petugas hotel karena panitia acara tidak bisa mencarikan ruang untuk saya).
Nah, bagaimana kalau tidak ada yang mengerti kebutuhan ruang ibu menyusui seperti manajemen Sheraton Surabaya? Kalau saya, jika saat itu ada mobil yang bisa dipinjam / dipakai, saya akan memilih untuk memerah di parking area di dalam mobil. Jika benar-benar tidak dapat menemukan tempat privasi, daripada memerah di toilet saya memilih memerah di tempat acara (cuek orang mau mikir apa terserah). Cari kursi dan lokasi yang paling nyaman, keluarkan apron (pakailah apron yang bisa menutup seluruh tubuh bagian atas depan-belakang), dan jalan dah kegiatan memerahnya. Itu masih lumayan, saya juga pernah melakoni memerah di dalam pesawat.

Untuk tempat ASIP selama perjalanan, jangan menggunakan botol, apalagi botol kaca. Akan membuang banyak space, lebih berat, dan resiko pecah juga. Gunakanlah kantong plastik khusus untuk menyimpan ASIP yang banyak dijual di toko perlengkapan bayi. Untuk yang belum terbiasa memakai kantong ASIP, enak menggunakan milik Medella karena ada cantolannya. Tidak risiko mrusut / terlepas sehingga bahaya ASIP tumpah. Cuma sayangnya sulit mendapatkan di pasaran, sehingga waktu itu saya harus pesan ke Medella Surabaya. Kalau sudah terbiasa, mau pakai merek apapun nyaman-nyaman saja. Walaupun 1 kantong ASIP muat diisi sampai 150cc lebih, saya paling banyak mengisinya hanya 100-110cc / kantong supaya bisa habis dalam 1x pencairan (maklum ASI saya tidak berlimpah ruah, jadi kalau ada yang kebuang eman banget). Untuk membekukan ASIP dalam kantong ASI, saran saya jangan langsung dibekukan berdiri karena kita akan kesulitan saat mengaturnya dalam coolerbox (pengalaman pertama saya), tetapi  tekuklah kantong ASIP menjadi 2, dan bekukan dalam posisi mendatar akan sangat mudah untuk mengaturnya.


Kantong ASIP dalam posisi berdiri
Kantong ASIP dilipat 2
Cobalah perhatikan, jika ASIP dibekukan dalam posisi berdiri dia akan membutuhkan banyak space  karena sosoknya yang gendut. Tetapi jika kantongnya dilipat dua dan dibekukan dalam posisi tidur mendatar seperti diatas, bentuknya setelah beku akan jauh menghemat tempat dan mudah ditata (baik di coolerbox maupun di freezer).


O,ya saya terbiasa untuk mendobeli kantung ASIP yang akan saya titipkan di freezer hotel dengan dua kantong plastik 1kg-an tebal, hanya untuk meyakinkan saya ASIP tidak tercemar dengan bahan / bau lain yang ada di freezer hotel. Jadi sebelum saya tekuk 2 saya masukkan ke dalam plastik 1 kg pertama, dan ditekuk bersama dengan plastiknya, plester supaya bentuk tidak berubah,  setelah itu saya masukkan lagi dalam kantong plastik 1kg kedua, rapikan menyesuaikan bentuk kantong ASIP, plester lagi untuk memfiksasi. Plester yang saya gunakan untuk menutup rapat kantong plastik adalah isolasi kertas (supaya mudah merobeknya, jadi saya tidak perlu bawa gunting).
Sebagai ID untuk ASIP, saya menempelkan stiker identitas yang berisi keterangan : ASI-HARUS BEKU, nama lengkap saya, nomor kamar, tanggal dan jam perah, serta nomor urut  kantong ASIP (supaya mudah untuk mengecek saat saya mengambil semua kantong ASIP saya ketika check out--tinggal mengurutkan nomornya). Jangan menyepelekan identitas lengkap, ingatlah mungkin saja yang menitipkan ASIP bukan hanya kita.
Stiker identitas yang saya tempelkan ada 2, stiker kecil yang saya tempelkan langsung di kantong ASIP (soalnya susah menulisi langsung di kantongnya, sering tidak jelas terbaca), dan stiker yang besar saya tempel diluar plastik 1kg pertama. Kenapa di plastik 1kg pertama? Pertimbangan saya akan lebih aman jika stiker identitas ini terlapisi lagi oleh plastik kedua sehingga tidak ada risiko stiker rusak atau tinta luntur karena terkena basah yang akan mengacaukan identitas ASIP kita. Namun pastikan stiker tetap jelas terbaca, tidak tertutupi oleh lipatan plastik dan / atau plester.
Contoh jadi pengemasan ASIP sebelum saya titipkan ke freezer hotel ada di gambar di bawah ini. Pojok kanan di bawah tissue di sebelah box perangkat pompa (maaf gambarnya kecil).

Perlengkapan memerah ASI saat keluar kota
Untuk menghindari terulangnya kesalahan penyimpanan seperti yang saya alami di hari pertama menginap di Hotel Santika Jakarta, pada pagi hari kedua saya selalu minta petugas hotel mengeluarkan titipan ice gel dan ASIP hari pertama. Cek apakah sudah benar membeku sesuai dengan kondisi yang kita minta. Saya cium-cium juga untuk mencari bau amis kalau-kalau ASIP saya dibekukan bersama daging / ikan mentah (atau sebangsanya).
See? Untuk urusan penitipan ASIP di hotel, saya akan menjadi orang yang super duper cerewet sampai saya yakin mereka paham betul. Jadi, tidak heran petugas hotel akan  hafal dengan saya. Seperti di Hotel Holiday Inn Semarang, petugas  akan selalu duluan menyapa  saat melihat saya keluar lift  dengan menenteng kantong ASIP, sekalipun itu dini hari : Halo  Bu Ika mau menitipkan ASI seperti biasa? (mau tidak mau saya nyengir juga melihat wajah si mas dan sapaannya).


Untuk menjaga agar ASIP tetap beku sampai di rumah, saya selalu membawa cooler box  ukuran 12 Lt, bagian bawah saya lapis dulu dengan handuk tipis, kemudian menata ice gel supaya menutupi dasar dan dinding coolerbox, atur ASIP, tutupi lagi dengan ice gel, kemudian terakhir tutup dengan handuk lagi. Setelah mengunci coolerbox, saya melakban seluruh tepi bukaan tutup coolerbox dengan isolasi besar. Aturan membekukan ASIP berlaku pula untuk ice gel. Aturlah sedemikian rupa supaya ice gel membeku dengan bentuk rata, tidak jendut sana jendut sini (akan membuang banyak space!).

Bener dah, teman-teman saya selalu berkomentar sudah bawaannya yang paling banyak, dengan menyangklong coolerbox besar saya bisa disangka orang jualan es atau minuman dingin (O-o-o-o)
Dan setiap saya bepergian keluar kota, lebih dari 1/2 bawaan saya adalah perlengkapan perang untuk memerah dan membawa pulang ASIP.

Jangan rancu perbedaan antara coolerbox dan coolerbag ya. Coolerbox jauh lebih tahan untuk mempertahankan suhu dingin dibandingkan coolerbag, tetapi juga jauh lebih berat.
Coolerbox saya gunakan  untuk membawa ASIP beku dalam perjalanan antar kota dan selama ini terbukti efektif ASIP-ASIP saya tidak pernah cair walau saya terkena delay atau terjebak kemacetan parah. Kalau coolerbag keefektifan mempertahankan dingin mungkin hanya bertahan 3-4 jam, sehingga hanya saya gunakan untuk membawa ASIP (tidak dalam kondisi beku) dari rumah sakit ke rumah, atau untuk menyimpan ASIP hasil memerah di atas kendaraan. Intinya jika butuh membawa-bawa ASIP dalam kondisi beku, pakailah coolerbox.

Ini adalah coolerbox 12 liter yang saya gunakan untuk membawa pulang ASIP beku jika saya bepergian ke luar kota
Coolerbox 12 liter

Sedangkan yang ini adalah beberapa macam coolerbag yang saya miliki. Coolerbag ramping warna orange dan hitam adalah coolerbag yang saya gunakan jika saya harus memerah ASI di atas pesawat atau moda transportasi lainnya. Coolerbag kubus warna biru dan merah adalah coolerbag yang sering saya gunakan untuk membawa pulang ASIP dari rumah sakit, sedangkan coolerbag yang paling besar (warna hitam putih) biasanya saya pakai jika saya mengikuti acara yang diperkirakan bakal sulit mendapatkan tempat menitipkan ASIP (muat untuk membawa cukup banyak ice gel sehingga lumayan untuk mendinginkan ASIP, tapi tetap masih jauh lebih ringan daripada coolerbox).

Coolerbag


Kesembilan, Cara saya mengatasi padam listrik.  Karena saya memiliki blue ice dan ice gel dalam jumlah banyak, saya tidak perlu tergopoh-gopoh membeli es batu untuk dimasukkan ke dalam freezer ASIP. Cukup dengan tidak sering-sering buka tutup freezer selama listrik padam. Yang saya lakukan adalah menelepon teman dan saudara menanyakan ketersediaan tempat di freezer mereka untuk menitipkan ASIP-ASIP saya kalau pemadaman berlangsung lama. Kekurangannya adalah tidak semua orang memiliki freezer khusus yang digunakan hanya untuk es batu atau makanan matang. Tidak mungkin bukan menyimpan ASIP di freezer bercampur daging mentah? Sehingga akhirnya saya menego sebuah minimarket langganan untuk diijinkan menitipkan ASIP di freezer ice cream atau frozen food mereka jika listrik padam lama. Terakhir karena saya selalu gelisah jika ada pemadaman, akhirnya suami membeli genset.

Sepuluh, Bagaimana saya menyusui di public area? Susah juga nih karena masih sedikit public area yang menyediakan tempat laktasi, apalagi yang bersih.. Pilihannya adalah menyusui di depan umum atau anak saya tidak disusui. Oooo jelas saya memilih opsi pertama. Apa kata orang ---EGP--- yang penting anak saya tidak kelaparan dan kehausan. Untuk apron saya memiliki dua jenis apron, satu apron besar (menutup full tubuh bagian depan - belakang) dan tebal yang saya gunakan untuk memerah ASIP, serta satu  apron kecil  dari katun hanya menutup area depan saja sebatas dada untuk menyusui langsung. Dan untuk anak saya, apron menyusui hanya bisa dipakai sampai dia usia 3 atau 4 bulan saja (saya lupa persisnya), setelah itu, berontak nggak mau ditutupi apron. Lalu? Ya terpaksa saya harus menyusuinya tanpa apron, hanya dengan sapu tangan atau tissue (besaran lagi, Deo juga selalu membuang sapu tangan yang saya gunakan --Uuuphh). Awalnya risih juga, lama-lama saya bisa cuek. Bukan keinginan saya untuk menyusui di tempat umum karena saya tidak dapat menemukan ruang laktasi.

Apron untuk menyusui langsung
Apron besar untuk memerah di tempat umum



Hanya sekedar sharing pengalaman buruk saya di ruang laktasi bandara Juanda (sebenarnya bukan saya langsung tetapi rekan kantor yang menemani saya memerah di situ) :
Sebelum boarding untuk penerbangan ke Semarang, saya menyempatkan diri memerah ASI dan rekan saya ini ikut masuk ke ruang laktasi bandara Juanda terminal 2. Secara umum ruang laktasi cukup bersih, dan saya dapat memerah hingga selesai tanpa masalah. Ketika saya ke toilet yang terletak di dekat ruang laktasi, saya meninggalkan segala perlengkapan perah memerah di ruang laktasi, saya titipkan rekan saya yang tidak ikut ke toilet. Selesai, saya heran kok rekan saya sudah menunggu di depan toilet sambil membawa seabreg perlengkapan tempur memerah saya.  Cerita punya cerita, ternyata sepeninggal saya ada seorang ibu masuk dengan membawa anak kecil berusia sekitar 3-4 tahun..dan coba tebak apa yang dilakukannya? Ibu tadi membawa anaknya untuk kencing (BAK) di wastafel ruang laktasi !!! Astaganaga.... teman saya yang shock langsung meringkas barang-barang saya dan keluar dari ruang laktasi. Saya saja yang hanya mendengar ceritanya, langsung merasa eneg, dan bersyukur botol ASI saya tadi tidak menyentuh wastafel. Padahal kalau menilik penampilan si ibu, seharusnya juga bukan orang yang tidak terpelajar, tetapi kenapa ya tidak membawa anaknya yang sudah cukup besar untuk BAK di toilet? Entahlah..saya tidak habis pikir sampai saat ini.

Sekitar dua bulan menjelang Deo dua tahun, saya total tidak memerah ASIP lagi kecuali saya dinas luar kota. Demikian pula saat saya ke Singapura, saya hanya membawa pompa ASI, tetapi tidak membawa pulang ASIP nya. Berhubung Deo sudah 2 tahun, saya ogah juga mengurus rebyeknya ijin penerbangan internasional untuk bisa membawa ASIP melalui cek imigrasi dan ke dalam kabin pesawat. Tetapi misal hal ini terjadi di saat Deo masih membutuhkan ASIP saya, serebyek apapun pasti saya terjang. Secara aturan boleh, bahkan ada aturan penerbangan internasional dan domestik yang mengijinkannya, lebih aman lagi jika dengan disertai surat keterangan dokter bahwa kita adalah ibu menyusui. Saat terbang pertama saya bahkan sudah mengeprint aturan itu yang saya download dari internet, saya juga sudah membawa surat keterangan dari dokter spesialis anak (dsa) saya, tetapi ternyata untuk penerbangan domestik saya dapat melenggang masuk dengan mudah tanpa mengeluarkan berkas dokumen yang sudah saya siapkan.
Jika saya membawa pulang ASIP, selama ini saya memilih untuk menenteng ASIP ke kabin pesawat karena saya tidak ingin terjadi permasalahan bagasi yang bisa menyebabkan ASIP-ASIP saya hilang / rusak. Tetapi jika perjalanan berangkat di mana coolerbox masih belum diisi ASIP (hanya berisi ice gel / blue ice saja), saya masih berani membagasikannya. Sekalipun apes terjadi kehilangan bagasi, coolerbox dan ice gel saya masih bisa beli lagi. Justru saat saya menggotong coolerbox yang penuh terisi ASIP saya tidak pernah ditanya apakah gerangan isinya baik saat check in ataupun saat boarding. Tetapi ketika saya membagasikan coolerbox yang hanya terisi ice gel dan meminta untuk ditempel tulisan "fragile", saya justru ditanya apa isinya....

Lalu sekarang apakah Deo sudah disapih? Jawabannya : belum bisa...
Kami sudah berusaha mencari susu formula untuk susu lanjutan bagi Deo, tetapi ya ampuun.. susahnya setengah mati mencari susu yang Deo mau. Kadang tegukan pertama dan kedua masih ditelan, ada yang satu tegukan langsung tidak mau lagi, bahkan yang parah ada juga yang dicium saja sudah langsung emoh. Entah setelah berapa kaleng / kardus susu berbagai merk terlantar karena ditolak Deo (saya kasihkan orang deh daripada masuk keranjang sampah..rata-rata hanya berkurang 1x seduh saja), akhirnya kami menemukan susu yang cocok. Kebetulan saja Deo cocok dengan rasa dari S-26 Procal Gold. Itupun kami hanya membuatkan jika dia meminta... jangan coba-coba membuatkan tanpa request darinya, tidak akan disentuh. Jika lagi kepingin susu formula, biasanya Deo akan bilang Papa / Mama, minta susu.. Kalau maunya ASI (lebih sering), dia akan bilang Mama mimik... sambil menatap ke saya tak berkedip, atau langsung menggandeng tangan saya dan bilang : Mama, ke kamar ya? Mimik.... dan begitu saya bilang "ayo" tawa kecilnya yang renyah langsung bergema..Siapa yang tega menolak coba?...














Tidak ada komentar:

Posting Komentar