Sabtu, 18 Juni 2016

Bermalam di pantai

Di bulan Mei, saat akhir pekan (lupa tanggal) seorang suster mengajak kami menginap di pantai...dan dengan berbagai pertimbangan, diputuskanlah untuk menginap di pantai Kondang Merak, Malang Selatan. Ini adalah beberapa bahan pemikiran kenapa kami memilih Kondang Merak untuk bermalam :
  1. Di luar rencana semula, anggota rombongan kami ternyata membengkak karena ikutnya beberapa orang guru sekolah Pio. Jadi tenda yang kami miliki pasti tidak akan muat menampung walau dibantu tidur dalam mobil sekalipun. Di Kondang merak kami menyewa 1 rumah nelayan yang walaupun sederhana sekali tetapi cukup bersih. Terdiri dari 3 kamar tidur, ruang tamu, dan 2 kamar mandi. Salah satu kamar mandi - nya berukuran besar dilengkapi dengan bak air raksasa. O iya, harga sewa rumah ini adalah Rp. 400.000 sehari semalam.
  2. Ada desa nelayan di Kondang Merak. Jadinya pasokan ikan segar untuk konsumsi pasti terjamin.
  3. Sudah kenalan baik sama bapak-ibu pemilik salah satu warung di sana. Jadi urusan konsumsi baik untuk yang dewasa maupun untuk Pio - Deo dapat dipasrahkan.
  4. Ada banyak pilihan pantai untuk main anak-anak di kompleks Kondang Merak, di samping gelombang pantai yang tidak terlalu ganas. Rencananya kalau Kondang Merak lagi pasang, kami akan berjalan kaki ke pantai Banyu Meneng supaya anak-anak tetap bisa bermain air.
Berangkat Sabtu sore, langsung dari rumah sakit tempat saya bekerja (hemat waktu perjalanan) dengan menggunakan 2 mobil dan tiba di pantai sekitar pukul lima sore, suasana sudah redup-redup  mendayu hehehehe. Main air sebentar, pesan makan malam di warung langganan, masuk rumah, menata barang, dan mandi.
Selesai mandi  suasana Kondang Merak  sudah gelap gulita, tetapi di tepi pantai justru meriah karena banyak yang bermalam. Kami bahkan bertemu rombongan 1 keluarga dari Surabaya beserta 2 anak mereka yang masih kecil (sepantaran Pio kayaknya) dan ternyata bersekolah di St. Maria Surabaya (hmmm pantesan saja excited banget lihat suster).

Acara makan malam kami cukup romantis (cieee). Berbekal tikar besar  pinjaman dari bapak pemilik warung, kami piknik di tepi pantai dengan menu serba sea food fresh. Wuihhh 2 jagoan kecil makan dengan lahap. Deo bahkan sanggup menghabiskan 1 ekor ikan bakar berukuran cukup besar untuk dirinya sendiri. 
Ada api unggun kecil juga  karena Pio tak kenal lelah menodong gurunya untuk membuatkan api (xixixixi....)
Nikmat sekali rasanya duduk di tepi pantai, makan sambil mendengarkan suara ombak, tiduran di pasir sambil memandang bintang, icip-icip sedikit basahnya air laut, mengawasi krucil-krucil berlarian ke sana kemari sambil diterangi nyala api unggun....ooooooo......

Kembali ke rumah jam setengah 8 malam, kedua krucil dam mamanya mandi lagi karena pliket (efek gerah dan celup-celup kaki di air laut) sedangkan papa menyiapkan kasur udara plus mendirikan tenda (Pio ingin tidur di tenda).
Kamar saya dan Deo

Menyiapkan kasur udara

Selesai mandi, ternyata masih lanjut dengan acara ngobrol dan nyemil. Pio bahkan mewawancarai gurunya dengan seabreg pertanyaan sampai cukup larut, dan terpaksa saya hentikan karena sudah lewat jam 10 malam. Dari 3 guru yang dicecar pertanyaan oleh Pio, mrotol semua hanya tinggal 1 orang guru yang bertahan menjawab pertanyaan Pio dengan sabar (salut padamu Bu!!).
Pio-Bu Guru-Wawancara

Rumah sewa tampak depan

Singkat cerita kami malam itu tidur bertebaran di mana-mana. Saya dan Deo tidur berdua kamar depan, suster tidur di kamar tengah, 1 orang guru di kamar belakang, Papa- Pio-2 orang ibu guru bobok di ruang tamu, serta  1 orang lagi tidur di luar karena gerah. Kami semua rata-rata tidur dengan jendela terbuka, termasuk yang tidur di ruang tamu pun pintu dibiarkan dalam kondisi setengah terbuka.
Cukup sulit bagi Deo untuk  tidur karena  panasnya udara malam itu. Dia baru bisa tertidur setelah kedua tangan saya pegel ngipasi terus. Udara baru terasa sejuk-dingin sekitar jam 1-2 dini hari.
O ya, omong omong soal kipas sebenarnya kami sudah membawa kipas angin duduk untuk dinyalakan kalau Pio dan Deo kepanasan (tidur malam di rumah dengan AC terus menyala saja mereka berkeringat), tetapi ternyata oh ternyata...listrik yang ada di pantai hanya berasal dari panel tenaga surya yang hanya difungsikan untuk penerangan. Nganggur deh kipas angin yang sudah jauh-jauh di bawa dari rumah...

Jam 5 pagi Pio sudah bangun dan meributi gurunya untuk diajak jalan-jalan ke pantai, sementara Deo yang bangun 30 menit kemudian tak kalah bersemangat berlari keluar untuk melihat perahu nelayan yang sedang bongkar tangkapan semalam.

Bongkar muat perahu nelayan

Jalan-jalan pagi

Suasana pantai di sebelah lokasi pendaratan perahu nelayan

Tidak terlalu lama menonton aktivitas perpindahan ikan, Pio lebih memilih main air.....



Sedangkan Deo bermain di pantai



Deo lho yang ambil foto :)

Good Morning .............................




 Saat air mulai pasang, saya setengah memaksa Pio untuk mentas dan berjanji akan mengijinkan dia bermain air lagi setelah makan. Sesudah sarapan, ternyata laut sedang dalam kondisi pasang sehingga kami memutuskan untuk berjalan kaki ke pantai Banyu Meneng supaya anak-anak dapat bermain air dengan lebih aman.



Pantai dalam kondisi pasang


Jalan kaki menuju pantai Banyu Meneng



Penanda area Banyu Meneng

Pohon besaaar nan rindang (tempat favorit)
Jepretan Deo 1

Jepretan Deo 2
Jepretan Deo 3

Lihat perbandingan ukuran manusia dan pohon....




Gelombang bersahabat di Banyu Meneng
Gelombang bersahabat di Banyu Meneng
Selagi menunggu Pio dan Deo bermain, para guru yang sudah tidak mau nyemplung air lagi memutuskan untuk melanjutkan berjalan kaki menengok pantai Sugu dan pantai Selok yang terletak di sebelah pantai Banyu Meneng. Dua pantai terakhir ini memiliki ombak yang besar dan ganas, jadi tidak memungkinkan untuk menjadi tempat bermain bagi anak-anak. Saya juga rada ngeri melihat ombaknya karena sampai ke tepian pun masih bergulung tinggi.


Siang hari setelah makan, para guru pamit pulang mendahului sedangkan kami sekeluarga masih harus menunggu mobil yang menjemput kami (mobil dipakai untuk mengantar suster lain ke Probolinggo). Berhubung Deo sudah tidak sanggup mempertahankan matanya tetap terbuka dan udara cukup panas, Papa memutuskan untuk menggotong tenda, beserta kasur ke tepi pantai untuk menidurkan Deo...rupanya cukup nyaman dia tidur di tepi pantai karena tetap nyenyak sampai sore menjelang pulang.
Pio? Tetap bermain air!!!!!

Tidur di dalam tenda di tepi pantai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar