Minggu, 18 September 2016

Berpetualang ke Makassar : First flight dan Trans Studio

Awal September 2016 saya 'terdampar' di Makassar bersama Pio dan Deo. Hanya bertiga, tanpa teman atau keluarga atau someone else yang kami kenal.

Bermula dari kepergian Papa ke Medan bersama rombongan sekolah selama 4 hari mulai dari Jumat dini hari sampai Selasa malam..Hu ..hu...hu... padahal tanggal 11-12 September ada libur gandeng..
Mau tidak mau saya harus mengajukan cuti tanggal 9-10 September karena tidak ada siapa-siapa lagi di rumah yang bisa menjaga dan mengantar jemput Pio (untungnya Jumat Sabtu si Deo libur). Membawa 2 krucil ke rumah sakit juga tidak mungkin, jadilah saya full ibu rumah tangga hari-hari itu.....

Tidak mau kalah, kedua jagoan kecil terutama Pio ternyata juga pingin naik pesawat. Informasi pertama yang saya lihat tentu saja tiket ke Medan menyusul Papa...huaduhhh berhubung long weekend, harga tiket pesawat juga meroket naik...... Lagi pula, mau saya ajak main ke mana krucil-krucil ini di Medan?
Beralih tujuan ke Bali...pertimbangannya Malang - Bali tidak terlalu jauh dan di Bali banyak tempat wisata yang bisa saya kunjungi bersama anak-anak. Sudah browsing beberapa tempat wisata dan hotel di bilangan Kuta, Sanur, dan Nusa Dua. Bimbang lagi....berani nggak ya saya mengajak Pio dan Deo sendirian ke daerah asing, naik pesawat untuk pertama kali? Area wisata di Bali yang tidak terlalu jauh dari bandara ya di Kuta. Tapi di Kuta saya mau mengajak anak-anak main ke mana? Saya buta daerah Bali karena terakhir kali menginjakkan kaki ke Bali  adalah saat saya perpisahan SMP.  Giliran mengecek tiket pesawat ternyata yang tersisa bagi tiga orang  adalah penerbangan jam 8 malam untuk keberangkatan dan jam 6 pagi untuk pulang via Surabaya. Coret Bali!! Tidak mungkin mengajak anak kecil dengan jam penerbangan seperti itu....

Ganti haluan ke Jakarta...maunya sih  Pio dan Deo akan saya ajak ke Sea World dan Dufan. Sudah kontak adik yang tinggal di Bekasi untuk nanya-nanya hotel apa yang dekat dengan Ancol dan enak untuk cari keperluan dua anak kecil. Tidak terlalu sreg sebenarnya mengingat  jarak dari bandara Soekarno Hatta ke Ancol cukup jauh, belum lagi kalau macet. Saya sudah berhitung berapa jam waktu yang saya perlukan untuk pulang dan pergi ke bandara dan berapa biaya tambahan yang musti saya keluarkan untuk sewa mobil antar jemput bandara. Lalu kepikiran juga di sekitar Ancol sulit nggak ya cari makan?
Sambil mencari info mengenai Jakarta, saya juga berburu informasi alternatif wisata lainnya yaitu Lombok dan Trans Studio Bandung. Bandung langsung saya coret pada kesempatan pertama karena harga tiket pesawat yang gila-gilaan muahaaaaall banget. Lombok sepertinya cukup ramai sebagai tempat wisata, namun saya tidak yakin apakah di sekitar pantai Senggigi akan mudah mencari makan untuk kedua anak kecil ini jika mereka tidak cocok dengan makanan hotel. Tempat wisata terkenal di Lombok adalah gili-gili ....tapi saya belum cukup gila untuk nekat membawa dua anak kecil sendirian menyeberang lautan.

Pilihan yang tersisa tinggal Jakarta  ketika saya ingat bahwa Trans Studio juga ada di Makassar.....dan singkat cerita saya memutuskan ke Makassar dengan pertimbangan Makassar adalah kota yang cukup ramai dan saya yakin akan mudah menemukan tempat makan atau toko yang menjual tetek bengek kebutuhan hidup anak kecil.
Tiket saya beli online pada hari Rabu sore, hanya 3 hari menjelang keberangkatan. Berangkat Sabtu 10-9-2016 jam 5 sore seusai sekolah Pio via Juanda dan pulang Senin 12-9-2016 pk.13.30 waktu Makassar. Pesawat yang saya gunakan adalah Citilink karena Garuda sudah terlalu mahal gara-gara waktu yang mepet sekali. Citilink PP bertiga total saya membayar 2,7 juta.... murah kalau menurut saya.
Kamis malam (H-2) saya baru bisa memutuskan akan menginap di hotel mana. Dua hari saya pusing menimbang-nimbang.....hanya berpatokan pada jarak yang tidak terlalu jauh dari Trans Studio, fasilitas antar jemput bandara, dan ada tidaknya kolam renang. Andalan saya adalah review dari pengguna hotel yang bisa dibaca di Tripadvisor, Agoda, dan Traveloka. Sempat mempertimbangkan Aston, Grand Clarion, Aryaduta, Swiss-belhotel, The Rinra, Best Western, walau akhirnya memutuskan untuk menginap di hotel Melia Makassar. Alasannya, hotel ini mendapat skor cemerlang dari review penggunanya, hotel baru yang telah siap pakai (ada beberapa hotel baru di Makassar tetapi dinilai belum layak dan belum siap pakai), dan terutama adalah pujian terhadap keramahan, kepekaan, serta kesigapan  dari staff hotel dalam menyambut tamu.

H-1 keberangkatan saya mendapat rejeki. Tanpa disangka ada seorang teman yang menawarkan bantuan untuk mengontak temannya di Makassar (nah loh panjang banget rantai teman-nya) siapa tahu bisa mengantar jemput saya dari dan ke bandara Hasanudin. Ketika teman saya ini menginfokan bahwa 'temannya' bersedia membantu, tanpa pikir panjang langsung saya iyakan walau tidak kenal (tebal muka dikit-dikit lah) hihihihi....
H-1 juga menjadi hari paling rebyek sedunia karena saya musti berkemas. Saya harus memikirkan dengan cermat apa-apa saja yang wajib dibawa, mana yang akan dibagasikan, mana yang dibawa ke dalam kabin. Tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun karena saya hanya sendiri membawa 2 krucil untuk penerbangan pertama mereka.

Oya...malam sebelum keberangkatan saya sempat 'berantem' dengan customer service Citilink yang berakhir dengan saya menjadi sangat bad mood.
Biasa, untuk menyiapkan diri karena seumur hidup belum pernah naik Citilink (pesawat yang saya biasa naik adalah Sriwijajaya atau Garuda, dan satu kali naik Singapore Airlines), malam hari ketika  krucil sudah bobok saya browsing review mengenai Citilink. Dari review yang ada dan juga keterangan di web milik Citilink saya menemukan informasi tentang adanya biaya pemilihan kursi. Jadi jika ingin memilih kursi no 1 ada biaya Rp.110.000/penumpang/perjalanan, kursi no 2-5 Rp. 80.000/penumpang/perjalanan. Kursi no. 6 ke belakang Rp. 30.000/penumpang/perjalanan. Jika tidak memilih kusi akan diacak oleh sistem.
Saya jadi berpikir apakah supaya bisa duduk bersama anak-anak juga harus membayar walaupun saya tidak peduli mau ditaruh di kursi nomor berapa? Otak saya sih berpikir nggak mungkin anak kecil terutama balita dipisah kursi dengan orang tuanya apalagi di regulasi penerbangan jelas tercantum bahwa anak-anak harus didampingi orang dewasa dalam penerbangan. Tapi hati menjadi tidak tenang sehingga saya memutuskan untuk menghubungi call service Citilink  di hari Jumat  (9-9-2016) sekitar pukul 8-9  malam...petugas yang menerima telepon saya cowok (sayang lupa siapa namanya).
Setelah menanyakan uneg-uneg yang ada dalam hati, jawaban si mas cukup membuat saya bertanya-tanya karena dijelaskan bahwa untuk bisa duduk bersama saya harus membayar biaya kursi sesuai nomor kursi yang dipilih. Jika tidak ada pemilihan kursi, sistem Citilink akan otomatis mengacak tempat duduk termasuk untuk anak-anak. Pertanyaan selanjutnya karena sistem Citilink yang meyebabkan anak-anak saya terpisah dari emaknya selama penerbangan, berarti Citilinklah yang mengambil alih tanggung jawab terhadap anak-anak saya selama penerbangan. Nah ...di sini saya rasanya emosi berat...soalnya si mas menjawab bahwa Citilink tidak bisa bertanggung jawab atas anak-anak yang terpisah duduk dari orang tuanya karena bukan tanggung jawab Citilink, dan ini adalah prosedur perusahaan. Whaaattt???? langsung bad mood dan emosi berat saya. Menyesaaalll banget kenapa ngambil penerbangan Citilink dengan segala prosedur konyolnya itu. Bukan masalah uang yang saya ributkan....tanggung jawabnya itu lho (gemes pangkat ga karuan deh). Pagi harinya ketika emosi saya sudah reda (tapi tetap nyesel kenapa nggak ambil Garuda saja) saya berfikir sudahlah, lihat nanti di bandara. Toh masih tetap ada dua kemungkinan...memang Citilink nya yang error atau petugasnya yang error.

Sabtu siang dengan diantar driver kami (memang sudah saya 'setrap' untuk antar jemput kami ke dan dari Juanda, nggak boleh bawa penumpang saat itu), saya menjemput Pio jam 11.30 di sekolah dan langsung berangkat ke Juanda. Tidak berani pulang dulu,  takut macet parah terkait long weekend. 
Tiba di Juanda sekitar pukul 14.15, kami masih memiliki banyak waktu untuk main-main. Check in di counter Citilink...dan tatata....saya dapat bangku no 18 D-E-F tanpa keributan. Petugas counter check in saya tanya apakah tidak ada biaya untuk 'duduk bersama' ini menjawab bahwa tidak ada biaya apapun untuk pengaturan kursi ini karena anak-anak memang harus duduk bersama orang dewasa yang mendampinginya. Oohh baiklah..terima kasih...berarti memang si -mas kemarin malam yang error.....
Untuk menghabiskan waktu menunggu boarding, Pio dan Deo bermain kuda-kudan dan seluncuran sambil minum es teh dan berlarian melihat pesawat. 

 Waktu boarding pun tiba...para krucil sudah tidak sabar ingin segera menaiki pesawat, namun mamanya berkeras mau ambil foto mereka dulu di luar pesawat..


Masuk kabin pesawat, duduk manis, ribut minta dipasangkan sabuk pengaman, dan berdoa.  Pio tampak tegang menjelang pesawat berangkat..untunglah ada adiknya yang menghibur..."Ga papa kakak...jangan takut...ini adik nggak takut kok.." Hihihihi 2 jagoan kecil-ku..... 
Begitu pesawat take off, kondisi berbalik. Pio senang (seru katanya), Deo yang takut dan gelisah minta dipegang tangannya (mau pangku nggak bisa). Untunglah pesawat yang kami tumpangi sangat halus take off dan landingnya....
Selama berada di atas awan, ada saja yang dilakukan krucils mulai makan biskuit, menghabiskan bekal minum, baca buku cerita, membuat sketsa berdua, main Ipad, bahkan si kakak memutuskan untuk mengerjakan PR supaya besok bisa main sepuasnya tanpa memikirkan tanggungan tugas sekolah.
Adik main Ipad

Kakak kerja PR...
Sekitar pukul 19.15 waktu setempat, pesawat landing di bandara Hasanudin Makassar...Yuuhhhh....lega rasanya anak-anak sama sekali tidak rewel di penerbangan pertama mereka. Ke toilet mengosongkan beban perut, menunggu bagasi, dannn...Makassar,  we are coming... eittsss...pertama-tama cari dulu Pak Fadli yang akan mengantar kami ke hotel. Untung sudah ada HP, jadi walaupun tidak saling mengenal masih bisa bertemu. Mmmm lebih pantas dipanggil  'mas'  karena masih muda sekali....

Sebelum ke hotel saya minta mampir dulu di depot / rumah makan yang menjual nasi goreng..mau membungkus untuk makan malam anak-anak. Oleh mas Fadli saya diantar ke rumah makan Mie Titi yang ramai sekali. Saya harus menunggu lamaa untuk membawa pulang dua bungkus nasi goreng..apes deh... sudah terlewati nomor antrian sesudah saya, ee pesanan salah jadi harus masak lagi.

Tiba di Hotel Melia waktu setempat menunjukkan jam 9 malam teng. Hotelnya besar, bagus, masih kelihatan baru dan bersih, dan yang paling penting sambutan staff nya oke banget. Saya langsung dibantu menurunkan barang bawaan dan tanpa saya minta sudah ada staff hotel yang membantu menangani (baca : menjaga, momong) anak-anak selama saya check in. Entah kenapa saya juga mendapat upgrade kamar free 1 tingkat ke tipe premium, jadinya mendapat kamar yang lebih lega.
Masuk kamar hotel, anak-anak bersemangat sekali menjelajah kamar (seperti biasa), makan nasi goreng, minta dibuatkan teh anget (yang keren teh yang disediakan di kamar adalah teh Dilmah), mandi, dan bergelung bertiga di balik selimut....


Keesokan harinya ketika bangun tidur, yang saya lakukan pertama adalah melihat pemandangan dari jendela kamar. Sebagian besar adalah pemandangan kota, tetapi masih tampak pemandangan laut yang bagus di sore hari.

Breakfast disiapkan di lantai 6. Lumayan sih, cukup enak walau tidak terlalu banyak pilihan untuk anak-anak. Tapi setidaknya tersedia layanan telur (ceplok, dadar, rebus), pancake / wafel, dan roti. Tetap yang saya suka adalah kesigapan staff hotel. Mengetahui saya sendiri meladeni 2 krucil makan, setiap beberapa waktu ada staff restoran yang datang menghampiri dan menawarkan bantuan. 

Selesai sarapan, istirahat perut sebentar di kamar, dan memulai acara jalan-jalan hari itu ke Trans Studio.
Di lobby hotel, menunggu taxi
Sampai di Trans Studio masih pukul 10 pagi, baru buka, sehingga antrian tiket belum terlalu panjang. Karena long weekend, harga tiket naik menjadi Rp. 200.000 / orang termasuk Deo pun kena full ticket. Tidak boleh membawa makanan dan minuman ke dalam sehingga bekal minum dan roti saya ditahan di pintu masuk (hicks).

Pio dan deo yang awalnya takut-takut mencoba permainan yang ada lama-lama jadi ketagihan juga dan tampak sangat menikmati.

Mencoba wahana berputar mulai dari yang jinak 

 

Wahana berputar yang agak liar (saya tidak mengijinkan Pio mencoba wahana yang terlalu ekstrem menguji nyali)
sampai yang berputar di ketinggian....


Naik bom bom car berdua ....


 Naik kereta, mobil safari, dan sepeda terbang yang tidak saya kayuh supaya Deo tidak takut....
Ada sebuah wahana yang menyedot perhatian anak-anak : Lab Science. Entah kenapa mereka betah sekali menghabiskan waktu di sini, mulai mengamati organ manusia sampai memainkan mekanisme pencernaan manusia,


membuat awan jamur,

mempelajari pergerakan angin di gurun pasir,


asyik bertanya kenapa roda yang tidak bulat bisa berjalan lancar....,
mempelajari daya gravitasi...

Sayang ruang simulasi gempa dan topan sedang rusak.

Pio juga girang sekali mencoba wahana semacam mini roller coster yang menerjang air. Berhubung Deo belum boleh naik karena tidak mencukupi tinggi badan minimal, Pio bermain dengan ditemani oleh mas dan mbak petugasnya. Sampai 2x lho....

Makan siang di dalam area Trans Studio karena anak-anak belum puas main. Menu yang dipilih Pio dan Deo adalah mie ayam dan es teh dengan harga waooow mahalnya namun sayang tidak diikuti dengan kualitas rasa. Ya sudahlah....masih untung Pio dan Deo mau menghabiskan.

Pio sempat mencoba menjadi penyiar cilik, dan di rumah CD rekamannya sudah berkali-kali ditonton juga dipamerkan ke semua orang yang berkunjung ke rumah ...

Sempat tersesat di dalam labirin cermin, berputar-putar ga karuan,  walau akhirnya bisa juga menemukan finish line. Pio benci wahana ini...membuat pusing dan takut katanya...(idem Pio...mama juga tidak suka...).

Nonton film 4D juga. Sayang film yang tersedia hanya super hero saja jadi tidak sesuai untuk Deo..

Ini foto bertiga di Trans Studio, yang ngambil fotonya mas Trans Studio yang baik hati...

Keluar dari trans studio sekitar pukul tiga sore, mencegat taxi dan pulang ke hotel untuk berenang.
Sesaat sebelum meninggalkan Trans Studio
Sempat mampir  sih di pantai Losari untuk lihat-lihat suasana sore. Tidak istimewa menurut saya sehingga kami sebentar saja di pantai Losari. Menurut bapak taxi yang kami tumpangi, pantai yang bagus di makassar adalah Tanjung Bira, namun jauh dari kota Makassar.

Berenang di hotel adalah suatu hal yang tidak pernah dilewatkan oleh anak-anak, termasuk saat berlibur ke Makassar walau saya yakin mereka pasti capek setelah seharian main di Trans Studio.
Kolam dewasa di Hotel Melia tidak dalam, hanya 1,2 m...tapi airnya dingiiiin sekali. Deo tidak betah berlama-lama di kolam sehingga minta mentas, minum teh hangat sambil makan kentang goreng. Akibatnya Pio terpaksa harus puas dengan berenang di kolam anak saja..


Malam harinya atas anjuran ibu direktur sebelum saya berangkat ke Makassar, saya mengajak Pio-Deo untuk makan seafood. Para staff hotel banyak yang menyarankan ke rumah makan Seafood Apong, jadi ke sana lah taxi kami meluncur.
Astaga...ramai banget....dan  walaupun saya sudah pesan terlebih dahulu by phone sebelum berangkat ke rumah makan, rasanya percuma saja. Pesanan nasi goreng dan ikan steam belum ada wujud apapun, bahkan tidak sampai 5 menit duduk saya mendapat konfirmasi bahwa nasi goreng pesanan kami tidak dapat dilayani karena ramainya pengunjung. Dengan segala rayuan, akhirnya kedua krucil bersedia mengganti menu nasi goreng menjadi  ikan fillet goreng crispy. Berita buruknya karena fillet, kami tidak bisa memesan ikan ukuran keci (o-o...padahal pesanan ikan steam sudah diproses). Untunglah Pio Deo suka sekali dengan ikan filletnya, sehingga 1 ekor ikan ukuran 900 gr dihabiskan sendiri oleh mereka berdua.

Kembali ke hotel, saya lanjut packing sementara krucil mandi air hangat dan bersiap tidur. Cepat sekali waktu berlalu...tidak terasa pagi menjelang.  Selesai sarapan Pio Deo bermain di kamar, saya packing terakhir, dan tepat jam 11 siang mas Fadli sudah menjemput kami untuk berangkat ke bandara Hasanudin.
Pio main sulap di bandara Hasanudin
Perjalanan lancar, Deo tidur di hampir sepanjang perjalanan pulang dan baru terbangun ketika akan landing di bandara Juanda.

Kesan? Sepertinya Pio dan Deo menikmati petualangan kami kali ini. Mereka berdua sering kali menceritakan kembali pengalaman mereka selama di atas pesawat dan selama di Makassar....juga tidak luput melontarkan pertanyaan kapan diajak naik pesawat lagi?
Dan hal yang paling saya syukuri, pengalaman pertama Pio Deo naik pesawat berjalan lancar walau sebelum memulai perjalanan saya sempat ragu-ragu berhubung banyak orang mengatakan saya kelewat nekat membawa 2 anak kecil sendirian lintas pulau dalam penerbangan perdana mereka (termasuk suster kepala sekolah Pio).

Mmmm...jadi tidak sabar menunggu petualangan selanjutnya...Let's go Kids!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar