Perjuangan ASI

"ASI adalah makanan terbaik untuk bayi"

Sebagai orang yang hidup dalam dunia kesehatan, atau sebagai ibu, saya tahu persis hal itu. Namun, sama dengan nasihat bijak / teori lainnya : praktek nyata tidak selalu semudah teorinya..

Berkaca dari pengalaman anak pertama yang gagal memberikan ASI eksklusif, saat mengetahui saya hamil lagi untuk yang kedua, saat itu pula keputusan dibuat : "Apapun yang terjadi, saya tidak boleh gagal untuk yang kedua kali dalam urusan ASI".

Ketika Pio bayi, saya hanya mampu memberikan ASI sampai usia 8 bulan. Itupun bukan ASI eksklusif, alias campur Sufor. Saat di rumah saya susui, ketika saya bekerja yang maju adalah sufor..pakai dot lagi.... 
Titik akhir perjalanan ASI Pio terjadi saat usia 8 bulan. Ketika itu saya mendapat tugas untuk mengikuti pelatihan di luar kota selama 1 minggu full, dan selama itu pula Pio minum sufor melalui botol dot - nya. Hasilnya dapat ditebak : saya pulang dari pelatihan, Pio menolak untuk menyusu ke saya. Ya sudahlah, waktu tidak dapat diputar ulang, jadi tidak ada gunanya terus menyesali hal yang sudah berlalu. 

Saat Deo lahir, teman dsa (dokter spesialis anak) sudah menjadi konselor laktasi, rumah sakit tempat saya bekerja sudah berkomitmen terhadap ASI (no sufor untuk bayi baru lahir), so...poin penting pertama tercapai : sukses IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Thanks so sooo much buat dr. Tri Dyah, SpA dan rekan-rekan Lt2 yang sudah sabar menunggu IMD saya sukses : 2 jam!!!!

Melangkah pada perjuangan selanjutnya. Persis seperti Pio, di kelahiran anak ke dua inipun ASI baru keluar pada hari ke tiga. Sekali lagi saya paham bahwa bayi dapat bertahan selama itu tanpa asupan apapun, namun tetap saja masa-masa menunggu keluarnya cairan emas tersebut merupakan masa-masa yang menyesakkan dada. Godaan dan tekanan untuk memberikan sufor banyak bermunculan justru dari orang-orang dekat saya. Untuk saat tersebut, makasih ya Papa sudah mendukung mama, bertahan bersama untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita......

ASI saya tidak termasuk yang banyak banget, tapi cukup, tidak kurang selama saya konsisten menyusui (dan dibutuhkan usaha extra untuk meyakinkan diri saya sendiri akan hal ini). Satu setengah  bulan menjelang kembali bekerja, bank ASI mulai diisi. Pada awalnya urusan memerah ASI bukan perkara mudah, dan sampai detik inipun saya bisa dibilang gagal untuk memerah ASI dengan tangan (manual). Sampai badan basah kuyup, gobyos keringat, tangan pegel, paling pol cuma bisa dapat 10-15cc dalam waktu 1 jam percobaan memerah. Pilihan teknik memerah ASI akhirnya berlabuh pada breast pumping. It's ok. ASI bisa dikeluarkan. Untuk pompa ASI, saya sudah mencoba berbagai macam merk. Mulai dari yang murah dengan harga 200ribuan sampai pompa yang cukup menguras dompet. Secara fungsi, sama saja. Dari sisi kenyamanan, saya jatuh cinta dengan M*d**  S***g. 

Untuk tempat penyimpanan ASIP, kami memutuskan membeli kulkas 2 pintu lagi. Bagian freezer khusus untuk ASIP beku, bagian chiller bawah untuk menyimpan buah bersih dan chiller atas untuk botol ASI yang sudah disterilkan siap pakai. Di akhir masa cuti, terkumpul 28 botol ASIP dengan isi rata-rata 80-110cc, hasil memerah ASI setiap hari, bangun tengah malam dan subuh diantara waktu menyusui. Saat kembali bekerja waktu memerah ASI di rumah saya kurangi menjadi 1x saja dini hari. Sisa waktu lainnya, ASI diberikan langsung ke Deo.
Gara-gara ASIP ini, kami sampai punya genset. Di awal saya kembali bekerja, sering terjadi pemadaman listrik di rumah dan benar-benar bikin deg-degan karena durasi pemadaman yang cukup lama. Listrik mati lebih dari 2 atau 3 jam saya pasti sudah merasakan munculnya getar-getar kecemasan. Takut sekali ASIP yang sudah susah payah saya kumpulkan akan cair dan rusak. Kalau sudah begitu dimulailah gerakan gerilya  menelpon teman / kenalan, menanyakan apa bisa dan boleh menitipkan ASIP di freezer mereka. Bahkan sekali waktu kami pernah menanyakan ke Indomaret dekat rumah, boleh tidak menitipkan botol-botol ASIP di freezer toko jika listrik tidak kunjung menyala. Daripada jantung ini selalu berpacu, deg-degan saat listrik padam, dibelilah genset. Hebatnya, setelah si genset parkir di rumah, listrik jarang sekali padam.....hehehe .... nakal ......

Stok ASIP buat Deo ketika ditinggal mamanya ke Jakarta
Perjuangan ASI benar-benar dirasakan ketika  mendapatkan tugas ke Jakarta selama 4 hari di usia Deo yang baru menginjak 5 bulan. Untungnya pemberitahuan tugas datang 2 bulan sebelum hari keberangkatan, masih ada waktu utnuk mempersiapkan stok ASIP.  Ketika mengejar kecukupan stok ASIP, saya sering merasa cemas, kuatir produksi tidak mencukupi, sehingga terciptalah petualangan booster ASI. Mulai suplemen ASI, fenugreek, biji adas, belum lagi air kacang hijau dan air kelapa muda. Entah apakah booster ASI yang saya konsumsi memang efektif, ataukah karena kengototan memerah ASI, saya berhasil mengumpulkan 5,5 liter ASIP beku untuk stok "sembako" Deo selama saya tinggal ke Jakarta.


Ini dia perbekalan ASIP sebelum saya berangkat ke Jakarta



Kehebohan belum berhenti. Saya masih harus mempersiapkan peralatan tempur untuk memerah ASI selama di Jakarta dan membawanya pulang ke Malang. Searching, browsing setiap malam, mencari info dan share pengalaman bagaimana cara menyimpan ASIP di hotel, membawa ASIP dalam perjalanan, dan aturan penerbangan berkaitan membawa ASIP ke dalam kabin pesawat.

Saat berangkat, 3/4 bagasi adalah perlengkapan untuk membawa pulang ASIP. Coolerbox 12Lt dengan ice gel dalam jumlah cukup banyak, 2 coolerbag kecil, 2 set pompa ASI (saya memutuskan membeli 1  pompa lagi sebagai cadangan kalau ada apa-apa dengan pompa satunya),  kantong ASI, perlengkapan sterilisasi untuk travelling dari mothercare, perlengkapan untuk mencuci pompa, dan apron menyusui dengan ukuran yang bisa menutup seluruh tubuh bagian atas. 
Dan.....inilah pengalaman pertama saya memerah di ketinggian sekian ribu kaki dari permukaan laut, alias di dalam pesawat. Merasa tidak nyaman karena ASI sudah penuh, saya memutuskan untuk memompanya begitu pesawat tinggal landas dan seat belt boleh dilepas. Mengeluarkan pompa, kantong ASI, coolerbag, dan apron, dimulailah aktivitas memerah ASI di ketinggian, di sebelah direktur RS (Makasih banyak ya dr. Lilik atas pengertian dan bantuannya).

Selama di Jakarta, perjuangan memerah ASI masih berlanjut. Mencari tempat memerah selama acara (syukurlah,  panitia sangat membantu mencarikan ruang privat yang bisa saya pakai), ditolak menitipkan ASI di chiller  dan ice gel di freezer JCC (padahal acara berlangsung dari pagi-sore, melebihi batas kemampuan coolerbag..hicks.... Untungnya saya memutuskan untuk membawa coolerbox dan meninggalkannya di mobil, memerah (lagi) di dalam mobil, di tengah jebakan kemacetan Jakarta.
Insiden ASI yang cukup membetot perasaan justru terjadi di hotel tempat saya menginap. Di pagi hari pertama saat saya mengambil titipan ice gel untuk dibawa ke JCC, ice gel diserahkan ke saya dalam kondisi cair. Padahal ASIP dan ice gel sudah saya titipkan malam hari -nya dengan pesan dan wanti-wanti agar disimpan di freezer, bahkan di bungkus kantong ASI sudah saya tempel label stiker berisi nama, no kamar, tanggal dan jam perah, serta keterangan bahwa ini adalah ASI yang harus disimpan di freezer dalam kondisi beku. Kepanikan langsung terasa. Begitu melihat ASIP juga masih dalam kondisi cair (walaupun terasa dingin), mata langsung terasa panas karena air mata. Teringat bagaimana susah payahnya memerah di pesawat, di acara, di mobil, kekhawatiran ASIP rusak karena gagal mendapatkan tempat penitipan sehingga ASIP saya bawa-bawa dalam coolerbag dan cooler box dengan ice gel yang hampir mencair,  sampai di hotel jam 9 malam setidaknya dengan kelegaan ASIP-ASIP itu akhirnya bisa masuk freezer...ternyata......

Untunglah insiden freezer ini hanya terjadi 1 kali...hari-hari selanjutnya berjalan sebagaimana seharusnya. Hasil konsultasi dengan dsa via sms memunculkan saran untuk membuang ASIP hari pertama karena dikhawatirkan rusak (hasil kroscek suhu chiller tempat menyimpan ASIP hari I, secara literatur hanya memungkinkan max 24 jam). Tapi saya benar-benar tidak sampai hati untuk membuang seluruh ASIP hari I, dan akhirnya saya tetap menyimpannya. Toh nanti saat mau memberikan ke Deo akan terlihat rusak atau tidaknya dari bentuk, warna, atau rasanya (kami terbiasa mencoba dulu ASIP yang mau diberikan ke Deo untuk memastikan kondisinya).

Saat pulang ke Malang, tidak terasa ASIP yang terkumpul cukup banyak. Selama di Jakarta, saya menarget diri untuk memerah ASI serutin mungkin termasuk malam hari saat teman seperjalanan sudah tidur pulas. Agak dipaksakan  untuk bisa membawa semuanya dalam coolerbox. Setelah beberapa kali bongkar pasang, sedikit penyet-tekan di situ dan di sana, semua ASIP dapat tersimpan rapi di coolerbox bersama ice gel. Selama perjalanan ke Malang saya tetap membawa coolerbox ASIP ke kabin pesawat. Jika dimasukan bagasi, terus terang saya khawatir...(lagi-lagi paranoid)...apesnya orang, kalau  coolerbox ini hilang atau salah bagasi ...whuuuaaaa... bisa menangis darah beneran. Ditemukanpun, ASIP-ASIP yang ada didalamnya pasti sudah rusak..big no..no...jangan sampai dah.

Happy ending ^-^ La..la..la..laaaa ASIP sampai di rumah dengan selamat, masih dalam kondisi beku, langsung masuk freezer menambah jumlah stock ASIP di kulkas.  Good news lainnya ASIP hari pertama yang mengalami kecelakaan ternyata masih dalam kondisi baik. Memang ada beberapa kantong yang rusak atau meragukan, tapi itupun kalau tidak salah hanya 3 atau 4 kantong saja (berapa persisnya saya lupa).
Pengalaman pertama menggotong ASIP dari Malang ke Jakarta, Jakarta balik lagi ke Malang memberikan suatu sensasi yang wow (nggak bisa dijabarkan dengan jelas)....juga, otomatis menyuntikkan rasa percaya diri bahwa saya bisa memberikan ASI eksklusif walau saya adalah seorang working mommy.

Perjalanan berikutnya? Ayo aja..... Coolerbox tercinta saya sudah malang melintang mengikuti jejak perjalanan dari tugas satu ke tugas lainnya, dari acara ke acara. Memerah ASI di tempat publik? Bukan hal aneh lagi. Tidak jarang jika saya tidak menemukan tempat yang nyaman untuk memerah ASI (pantang bagi saya untuk memerah ASI di toilet...Jijik!! ) saya melakukan kegiatan tersebut di tempat parkir, di dalam mobil. Pompa, baterai,  coolerbox, apron menyusui menjadi partner kerja yang sangat efektif.

Dua bulan ke depan sudah ada 2 agenda perjalanan lagi, ke Semarang dan Jakarta (lagi). Berbekal pengalaman sebelumnya, untuk kali ini saya bisa lebih santai, apalagi si kecil saat ini sudah umur 1 tahun.. ASI? Saya masih berjuang. Semoga bisa mencapai S3 ASI.....Amin.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar